KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatu
Rasa syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T yang telah mengijinkan
dan member nikmat kemudahan kepada kami dalam menyusun dan menulis makalah ini yang
berjudul “TAUHIDULLAH : MENGHAYATI KEHADIRAN
ALLAH”.
Hal yang paling mendasar yang mendorong kami menyusun makalah
ini adalah tugas dari mata kuliah agama, untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat
perkuliahan.
Pada kesempatan ini kami semua mengucapkan banyak terimakasih
yang tak terhingga atas bimbingan dosen dan semua pihak sehingga makalah ini dapat
kami selesaikan dengan baik
Andai ada kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakaatuh.
Binjai, Oktober 2013
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISIi
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tauhid
B.
Pembagian Tauhid
C.
Hakekat dan Inti Tauhid
D.
Kesempurnaan Tauhid
E.
Kedudukan Ilmu Tauhid di Antara Semua Ilmu
F.
Tingkatan Tauhid
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tauhid adalah pegangan pokok dan
sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan bagi
setiap amal yang dilakukan. Hanya amal yang dilandasi dengan tauhidullah,
menurut tuntunan Islam, yang akan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang
baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti.
Allah Ta’ala berfirman dalam
Al-Quran surat An Nahl ayat 97 yang Artinya :Barang siapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.
Tauhid bukan sekedar mengenal dan
mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah Allah, bukan sekedar mengetahui
bukti bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan) Nya, dan wahdaniyah
(keesaan) Nya, dan bukan pula sekedar mengenal Asma’ dan SifatNya.
Iblis mempercayai bahwa Tuhannya
adalah Allah, bahkan mengakui keesaan dan kemahakuasaan Allah dengan meminta
kepada Allah melalui Asma’ dan SifatNya. Kaum jahiliyah kuno yang dihadapi
Rasulullah, juga meyakini bahwa Tuhan Pencipta, Pengatur, Pemelihara dan
Penguasa alam semesta ini adalah Allah. Namun, kepercayaan dan keyakinan mereka
itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat muslim, yang
beriman kepada Allah.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan
membahas masalah Tauhid dalam Islam yaitu sebagai berikut :
1. Apa pengertian Tauhid?
2. Bagaimana pembagian
Tauhid, Hakekat dan Inti Tauhid serta Keutamaan Tauhid?
3. Bagaimana Keagungan Kalimat
Tauhid, Tingkatan Ilmu Tauhid dan Kesempurnaan Tauhid?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tauhid
Pengertian Tauhid : Tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tawhidan yang artinya menyatukan, meng-Esakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu satu.
Adapun yang dimaksud dengan makna
harfiyah tersebut adalah meng-Esakan atau mengakui dan menyakini akan ke-Esaan
Allah SWT. Lawan dari tauhid adalah syirik, yaitu menyekutukan atau membuat
tandingan kepada Allah SWT. Dengan demikian tauhid adalah mengakui dan
menyakini ke-Esaan Allah SWT, dengan membersihkan keyakinan dan pengakuan
tersebut dari segala kemusyrikan. Maka bertauhid kepada Allah (tauhidullah) adalah hanya mengakui
hukum Allah SWT yang memiliki kebenaran mutlak, dan hanya peraturan Allah SWT
yang mengikat manusia secara mutlak.
Dengan
demikian, tauhid adalah esensi aqidah dan iman dalam Islam. Tauhid merupakan
landasan utama dan pertama keyakinan Islam dan implementasi ajaran-ajarannya.
Tanpa tauhid tidak ada iman, tidak ada aqidah dan tidak ada Islam dalam arti
yang sebenarnya.
Dari
kalimat tauhid tersebut mengandung dua prinsip yang harus dipegang seorang
Muslim, prinsip tersebut adalah Al-Nafyu artinya
peniadaan, merupakan penegasan tentang tidak adanya sesembahan yang haq selain
Allah SWT. Selanjutnya prinsip Al-Isbat yang
artinya penetapan, yaitu menegaskan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya
sesembahan yang haq.
B. Pembagian Tauhid
Macam-macam tauhid ada
empat yaitu :
1. Tauhid
Uluhiyah (Rububiyah) yaitu meyakini bahwa allah yang menciptakan mahluk
2. Tauhid
Ubudiyah yaitu allah itu satu-satunya zat yang harus di ibadahi
3. Tauhid
Isti’anah yaitu allah satu-satunya zat yang patut dimintai pertolongan
4. Tauhid
Asma Washufat yaitu allah maha segala-galanya, sifat dalam asmaul husna.
Tauhid dalam berbagai
segi kehidupan yaitu pada :
a. Bidang
pendidikan
b. Bidang
IPTEK
c. Bidang
sosial budaya
d. Bidang
ekonomi
e. Bidang
politik
Bertemu dengan allah
itu dapat melalui ciptaannya, lafadz dzikir, asmanya, perilaku dan peristiwa
yang dialami, dan pelaksanaan ibadah. Buah dari tauhid itu adalah kebenaranm
keamanan, keselamatan, dan ketenangan.
Tiga
macam pembagian tauhid menurut Ulama:
1.
Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam
perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi
makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu. Dan semua orang
meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang atheis
yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum
Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal
ini juga bertentanga dengan aqidah yang lurus.
2.
Tauhid
Uluhiyah
Allah dalam
perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah kepada
Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut,
khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum
musyrikin. Jadi seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam
perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua
ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah). Karena orang musyrikin dulu juga
meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum
cukup memasukkan mereka ke dalam Islam.
3.
Tauhid Asma Wa Sifat
Mengimani dan menetapkan apa yang
sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits
mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan
bentuk/cara, dan memisalkan. Untuk pembahasan yang lebih lengkap bisa merujuk
ke beberapa kitab diantaranya Aqidah Washithiyah, Qowaidul Mutsla, dll.
Apabila
ketiga tauhid di atas ada yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa berkurang
imannya atau bahkan telah keluar dari Islam.
Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah
memiliki ketergantungan satu sama lain:
Tauhid
Rububiyah mengharuskan kepada Tauhid Uluhiyah. Siapa yang mengakui bahwa Allah
SWT Maha Esa, Dia lah Rabb, Pencipta, Yang Memiliki, dan yang memberi rizki
niscaya mengharuskan dia mengakui bahwa tidak ada yang berhak disembah selain
Allah SWT. Maka dia tidak boleh berdoa melainkan hanya kepada Allah SWT, tidak
meminta tolong kecuali kepadaNya, tidak bertawakkal kecuali kepadaNya. Dia
tidak memalingkan sesuatu dari jenis ibadah kecuali hanya kepada Allah SWT
semata, bukan kepada yang lainnya. Tauhid uluhiyah mengharuskan bagi tauhid rububiyah
agar setiap orang hanya menyembah Allah SWT saja, tidak menyekutukan sesuatu
dengannya. Dia harus meyakini bahwa Allah SWT adalah Rabb-Nya, Penciptanya, dan
pemiliknya.
Tauhid
Rububiyah dan Uluhiyah terkadang disebutkan secara bersama-sama, akan tetapi
keduanya mempunyai pengertian berbeda. Makna Rabb adalah yang memiliki dan yang
mengatur dan sedangkan makna ilah adalah yang disembah dengan sebenarnya, yang
berhak untuk disembah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
C.
Hakekat
dan Inti Tauhid
Hakekat
dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua perkara berasal dari
Allah SWT, dan pandangan ini membuatnya tidak menoleh kepada selainNya
SWT tanpa sebab atau perantara. Seseorang melihat yang baik dan buruk,
yang berguna dan yang berbahaya dan semisalnya, semuanya berasal dariNya
SWT. Seseorang menyembahNya dengan ibadah yang mengesakanNya dengan ibadah itu
dan tidak menyembah kepada yang lain.
v Keagungan Kalimat Tauhid
Dari
Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya Nabi Nuh ‘alaihissalam tatkala menjelang kematiannya, beliau
berkata kepada anaknya, “Sesungguhnya aku menyampaikan wasiat kepadamu: Aku
perintahkan kepadamu dua perkara dan melarangmu dari dua perkara.
Saya
perintahkan kepadamu dengan kalimat laa ilaaha illallah (Tiada Ilah (yang
berhak disembah) selain Allah). Sesungguhnya seandainya tujuh lapis langit dan
tujuh lapis bumi diletakkan dalam satu daun timbangan dan kalimah laa
ilaaha illallah (Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah) diletakkan
pada daun timbangan yang lain, niscaya kalimat laa ilaaha illallah lebih berat.
Dan jikalau tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi merupakan sebuah lingkaran
yang samar, niscaya dipecahkan oleh kalimah laa ilaaha illallah dan
subhanallahi wabihamdih (maha suci Allah dan dengan memujian-Nya), sesungguhnya
ia merupakan inti dari semua ibadah. Dengannya makhluk diberi rizqi. Dan aku
melarangmu dari perbuatan syirik dan takabur…” HR. Ahmad dan al-Bukhari dalam
al-Adab al-Mufrad.
D.
Kesempurnaan
Tauhid
Tauhid tidak sempurna kecuali dengan
beribadah hanya kepada Allah SWT semata, tiada sekutu bagi-Nya dan menjauhi
thaghut.
Thaghut
adalah setiap perkara yang hamba melewati batas dengannya berupa sesembahan
seperti berhala, atau yang diikuti seperti peramal dan para ulama jahat, atau
yang ditaati seperti para pemimpin atau pemuka masyarakat yang ingkar kepada
Allah SWT.
Thaghut
itu sangat banyak dan intinya ada lima:
1. Iblis (semoga Allah SWT
melindungi kita darinya),
2. Siapa yang disembah sedangkan dia
ridha,
3. Siapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,
4. Siapa yang mengaku mengetahui yang gaib,
5. Siapa yang berhukum kepada selain hukum Allah SWT.
3. Siapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,
4. Siapa yang mengaku mengetahui yang gaib,
5. Siapa yang berhukum kepada selain hukum Allah SWT.
v Pentingnya mempelajari tauhid
Banyak
orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu
tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat
menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan
artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat,
sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain seseorang mengaku
menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia tidak tahu
bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa
hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya.
Yang
akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam
perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah.
Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar,
bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling
agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami
ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan
hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh
Ushulil Iman, 4).
v Kewajiban Untuk Bertauhid
Merupakan
suatu perkara yang tidak bisa disangkal, bahwa alam semesta ini pasti ada yang
menciptakan. Yang mengingkari hal tersebut hanyalah segelintir orang. Itu pun
karena mereka tidak menggunakan akal sesuai dengan fungsinya. Sebab akal yang
sehat akan mengetahui bahwa setiap yang tampak di alam ini pasti ada yang
mewujudkan. Alam yang demikian teratur dengan sangat rapi tentu memiliki
pencipta, penguasa, dan pengatur. Tidak ada yang mengingkari perkara ini
kecuali orang yang tidak berakal atau sombong dan tidak mau menggunakan pikiran
sehat. Mereka tidaklah bisa dijadikan tempat berpijak dalam menilai.
E. Kedudukan Ilmu Tauhid di Antara
Semua Ilmu
Kemuliaan suatu ilmu tergantung pada kemulian tema yang
dibahasnya. Ilmu kedokteran lebih mulia dari teknik perkayuan karena teknik
perkayuan membahas seluk beluk kayu sedangkan kedokteran membahas tubuh
manusia. Begitu pula dengan ilmu tauhid, ini ilmu paling mulia karena objek
pembahasannya adalah sesuatu yang paling mulia. Adakah yang lebih agung selain
Pencipta alam semesta ini? Adakah manusia yang lebih suci daripada para rasul? Adakah yang lebih penting bagi manusia
selain mengenal Rabb dan Penciptanya, mengenal tujuan keberadaannya di dunia,
untuk apa ia diciptakan, dan bagaimana nasibnya setelah ia mati? Apalagi ilmu
tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman, sekaligus yang terpenting dan
paling utama.
Karena itu, hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ‘ain
bagi setiap muslim dan muslimah sampai ia betul-betul memiliki keyakinan dan
kepuasan hati serta akal bahwa ia berada di atas agama yang benar. Sedangkan
mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu kifayah, artinya jika telah ada yang
mengetahui, yang lain tidak berdosa.
F. Tingkatan Tauhid
Baik tauhid maupun kemusyrikan ada tingkatan dan tahapannya
masing-masing. Sebelum kita melewati semua tahap dalam tauhid, kita belum dapat
menjadi pengikut atau ahli tauhid (muwahhid) yang sejati.
Adapun tingkatan tauhid adalah
sebagai berikut :
a.Tauhid
Zat Allah
Yang dimaksud dengan tauhid (keesaan) Zat Allah adalah,
bahwa Allah Esa dalam Zat-Nya. Kesan pertama tentang Allah pada kita adalah,
kesan bahwa Dia berdikari. Dia adalah Wujud yang tidak bergantung pada apa dan
siapa pun dalam bentuk apa pun. Dalam bahasa Al-Qur'an, Dia adalah Ghani
(Absolut). Segala sesuatu bergantung pada-Nya dan membutuhkan pertolongan-Nya.
Dia tidak membutuhkan segala sesuatu.
b. Tauhid dalam Sifat-sifat Allah
Tauhid Sifat-sifat Allah artinya adalah mengakui bahwa Zat
dan Sifat-sifat Allah identik, dan bahwa berbagai Sifat-Nya tidak terpisah satu
sama lain. Tauhid Zat artinya adalah menafikan adanya apa pun yang seperti
Allah, dan Tauhid Sifat-sifat-Nya artinya adalah menafikan adanya pluralitas di
dalam Zat-Nya. Allah memiliki segala sifat yang menunjukkan kesempurnaan,
keperkasaan dan ke-indahan, namun dalam Sifat-sifat-Nya tak ada segi yang
benar-benar terpisah dari-Nya. Keterpisahan zat dari sifat-sifat dan
keterpisahan sifat-sifat dari satu sama lain merupakan ciri khas keterbatasan
eksistensi, dan tak mungkin terjadi pada eksistensi yang tak terbatas.
Pluralitas, perpaduan dan keterpisahan zat dan sifat-sifat tak mungkin terjadi
pada Wujud Mutlak.
Seperti
Tauhid zat Allah, tauhid sifat-sifat Allah merupakan doktrin Islam dan salah
satu gagasan manusiawi yang paling bernilai, yang semata-mata mengkristal dalam
mazhab syiah.
c. Tauhid
dalam Perbuatan Allah
Arti Tauhid dalam perbuatan-Nya adalah mengakui bahwa alam
semesta dengan segenap sistemnya, jalannya, sebab dan akibatnya, merupakan
perbuatan Allah saja, dan terwujud karena kehendak-Nya. Di alam semesta ini tak
satu pun yang ada sendiri. Segala sesuatu bergantung pada-Nya. Dalam bahasa
Al-Qur'an, Dia adalah pemelihara alam semesta. Dalam hal sebab-akibat, segala yang
ada di alam semesta ini bergantung. Maka dari itu, Allah tidak memiliki sekutu
dalam Zat-Nya, Dia juga tak memiliki sekutu dalam perbuatan-Nya. Setiap
perantara dan sebab ada dan bekerja berkat Allah dan bergantung pada-Nya.
Milik-Nya sajalah segala kekuatan maupun kemampuan untuk berbuat.
Manusia merupakan satu di antara makhluk yang ada, dan
karena itu merupakan ciptaan Allah. Seperti makhluk lainnya, manusia dapat
melakukan pekerjaannya sendiri, dan tidak seperti makhluk lainnya, manusia
adalah penentu nasibnya sendiri. Namun Allah sama sekali tidak mendelegasikan
Kuasa-kuasa-Nya kepada manusia. Karena itu manusia tidak dapat bertindak dan
berpikir semaunya sendiri, "Dengan kuasa Allah aku berdiri dan duduk.
"
Percaya
bahwa makhluk, baik manusia maupun makhluk lainnya, dapat berbuat semaunya
sendiri, berarti percaya bahwa makhluk tersebut dan Allah sama-sama mandiri
dalam berbuat.
Karena mandiri dalam berbuat berarti
mandiri dalam zat, maka kepercayaan tersebut bertentangan dengan keesaan Zat
Allah (Tauhid dalam Zat), lantas apa yang harus dikatakan mengenai keesaan
perbuatan Allah (Tauhid dalam Perbuatan).
d. Tauhid
dalam Ibadah
Tiga tingkatan Tauhid yang dipaparkan di atas sifatnya
teoretis dan merupakan masalah iman. Ketiganya harus diketahui dan diterima.
Namun Tauhid dalam ibadah merupakan masalah praktis, merupakan bentuk
"menjadi". Tingkatan-tingkatan tauhid di atas melibatkan pemikiran
yang benar. Tingkat keempat ini merupakan tahap menjadi benar. Tahap teoretis
tauhid, artinya adalah memiliki pandangan yang sempurna. Tahap praktisnya
artinya adalah berupaya mencapai kesempurnaan.
Tauhid teoretis artinya adalah memahami keesaan Allah,
sedangkan tauhid praktis artinya adalah menjadi satu. Tauhid teoretis adalah
tahap melihat, sedangkan tauhid praktis adalah tahap berbuat. Sebelum
menjelaskan lebih lanjut tentang tauhid praktis, perlu disebutkan satu masalah
lagi mengenai tauhid teoretis. Masalahnya adalah apakah mungkin mengetahui
Allah sekaligus dengan keesaan Zat-Nya, keesaan Sifat-sifat-Nya dan keesaan
perbuatan-Nya, dan jika mungkin, apakah pengetahuan seperti itu membantu
manusia untuk hidup sejahtera dan bahagia; atau dan berbagai tingkat dan tahap
tauhid, hanya tauhid praktis saja yang bermanfaat.
v Al-Quran adalah Kitab Tauhid
Terbesar
Sesungguhnya pembahasan utama Al-Quran adalah tauhid. Kita
tidak akan menemukan satu halaman pun yang tidak mengandung ajakan untuk
beriman kepada Allah, rasul-Nya, atau hari akhir, malaikat, kitab-kitab yang
diturunkan Allah, atau taqdir yang diberlakukan bagi alam semesta ini.
Bahkan dapat dikatakan bahwa hampir seluruh ayat Al-Quran
yang diturunkan sebelum hijrah (ayat-ayat Makkiyyah) berisi tauhid dan yang
terkait dengan tauhid.
Karena
itu tak heran masalah tauhid menjadi perhatian kaum muslimin sejak dulu,
sebagaimana masalah ini menjadi perhatian Al-Quran. Bahkan, tema tauhid adalah
tema utama dakwah mereka. Umat Islam sejak dahulu berdakwah mengajak orang
kepada agama Allah dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Mereka mendakwahkan
bukti-bukti kebenaran akidah Islam agar manusia mau beriman kepada akidah yang
lurus ini.
Bagi seorang muslim, akidah adalah
segala-galanya. Tatkala umat Islam mengabaikan akidah mereka yang benar -yang
harus mereka pelajari melalui ilmu tauhid yang didasari oleh bukti-bukti dan
dalil yang kuat– mulailah kelemahan masuk ke dalam keyakinan sebagian besar
kaum muslimin.
Kelemahan akidah akan berakibat pada
amal dan produktivitas mereka. Dengan semakin luasnya kerusakan itu, maka
orang-orang yang memusuhi Islam akan mudah mengalahkan mereka. Menjajah negeri
mereka dan menghinakan mereka di negeri mereka sendiri.Sejarah membuktikan
bahwa umat Islam generasi awal sangat memperhatikan tauhid sehingga mereka
mulia dan memimpin dunia. Sejarah juga mengajarkan kepada kita, ketika umat
Islam mengabaikannnya akidah, mereka menjadi lemah. Kelemahan perilaku dan amal
umat Islam telah memberi kesempatan orang-orang kafir untuk menjajah negeri dan
tanah air umat Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam bahasa Arab akidah berasal
dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang
berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ)
yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan
(menetapkan), dan ar-rabthu
biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan
kuat.
Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini
bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah
(ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.
Tiga
macam pembagian tauhid menurut Ulama:
Tauhid
Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam
perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi
makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu. Dan semua orang
meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll.
Tauhid
Uluhiya
Allah dalam perbuatan-perbuatan yang
dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup
berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan,
dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. theis yang
berkeyakinan tidak adanya Rabb.
Tauhid
Asma Wa Sifat
Mengimani dan menetapkan apa yang
sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits
mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan
bentuk/cara, dan memisalkan.
B. Saran
Setelah pembahasan makalah ini, diharapkan kepada kita
semua,dapat memahami Tauhid, sehingga dapat mengenal Allah SWT serta dapat
mengamalkannya dengan ibadah dan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan mengenal Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan yang patut disembah,
kita akan terhindar dari perbuatan syirik.
Mudah-mudahan
kita termasuk orang-orang yang dilindungi Allah SWT dari perbuatan syirik yang
mengantar kita ke neraka jahannam. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad bin Abdullah At Tuwaijry,
Tauhid, keutamaan dan macam-macamnya, (www.islamhouse.com, 2007)
Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab
Tauhid, (http://www.scribd.com/doc/10055486/Kitab-Tauhid, Yayasan Al-Sofwa,
2007)
Maktabah Abu Syeikha Bin Imam Al
Magety, Rahasia di balik kalimat Tauhid dalam ayat-ayat Al Quran,
(http://www.4shared.com/file/41066124/ed75e1eb/RAHASIA_KALIMAT_TAUHID.html?s=1,
2008)
Syaikh Muhammad At-Tamimi,
Dasar-dasar Memahami Tauhid, (www.perpustakaan-islam.com, Islamic Digital
Library, 2001)
0 komentar:
Posting Komentar