BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ejaan adalah keseluruhan peraturan
bagaimana melambangkan bunyi ujaran, dan bagaimana menghubungkan serta
memisahkan lambang-lambang. Secara teknis, ejaan adalah aturan penulisan huruf,
penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan penulisan tanda baca. Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia, ejaan Republik atau ejaan
Soewandi. yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan
sebelumnya.
Bahasa Indonesia dalam sejarah
perkembangannya telah menggunakan beberapa ejaan, antara lain ejaan Van
Ophuiysen dan ejaan Soewandi. Akan tetapi, sejak 1972, tepatnya pada 16 Agustus
1972, telah ditetapkan dan diberlakukan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang
diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah. Apabila pedoman ini dipelajari dan ditaati maka tidak
akan terjadi kesalahan pengejaan kata.
Paragraf atau alinea berlaku pada bahasa tulis, sedangkan
pada bahasa lisan digunakan istilah paraton (Brown dan Yule, 1996). Paragraf
merupakan suatu kesatuan bentuk pemakaian bahasa yang mengungkapkan pikiran
atau topik dan berada di bawah tataran wacana. Paragraf memiliki potensi
terdiri atas beberapa kalimat. Paragraf yang hanya terdiri atas satu kalimat tidak
mengalami pengembangan. Setiap paragraf berisi kesatuan topik, kesatuan pikiran
atau ide. Dengan demikian, setiap paragraf memiliki potensi adanya satu kalimat
topik atau kalimat utama dan kalimat-kalimat penjelas. Oleh Ramlan, (1993)
pikiran utama atau ide pokok merupakan pengendali suatu paragraf.
Pengembangan paragraf terdiri atas pengembangan paragraf
umum dan khusus, sudut pandang, analogi, contoh, klimaks dan anti klimaks,
proses, klasifikasi, defenisi luas, perbandingan dan pertentangan, dan sebab
akibat. Namun dalam pembahasan makalah ini hanya dibahas lima dari sepuluh pola
pengembangan paragraf, yakni paragraf umum dan khusus, sudut pandang, analogi,
contoh, dan klimaks dan anti klimaks.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pemakaian huruf dalam EYD?
2.
Bagaimana penggunaan huruf kapital dalam EYD?
3.
Bagaimana penulisan kata dalam EYD?
4.
Bagaimana pemakaian tanda baca dalam EYD?
5. Jenis – jenis paragraph
6. Cara pengembangan paragraph.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PEMAKAIAN HURUF
a. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa
Indonesia terdiri atas huruf yang
A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L,M,N,O,P,Q,R,S,T,U,V,W,X,Y,Z.
b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa
Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o,dan u.
Huruf
Vokal
|
Contoh pemakaian dalam kata
|
||
diawal
|
Ditengah
|
diakhir
|
|
A
e
i
o
|
Api
Enak
Emas
Itu
oleh
|
Padi
Petak
Kena
Simpan
Kota
|
Lusa
Sore
Tipe
Murni
radio
|
Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika
ejaan kata menimbulkan keraguan.
c. Huruf konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri
atas huruf-huruf b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, v, w,
x, y, dan z.
d. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan
dengan ai, au, dan oi.
e. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang
melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan
satu bunyi konsonan.
f. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan
kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
Ø Jika di
tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua
huruf vokal itu.
Ø Jika di
tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua
buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Ø Jika di
tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara
kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Ø Jika di
tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di
antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
2.
Imbuhan akhiran dan imbuhan aalan, termasuk awalan yang mengalami
perubahanbentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata
dasarnya, dapatdipenggal pada pergantian baris.
3.
Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu
dapat bergabungdengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara
unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b,
1c dan 1d di atas.
B.
HURUF KAPITAL
Pemakaian huruf yang lazim dalam bahasa Indonesia adalah
huruf kapital atau huruf besar dan huruf miring, sedangkan huruf tebal tidak
pernah diatur dalam pedoman EYD. Uraian secara rinci tentang penulisan huruf
kapital akan dijelaskan sebagai berikut:
1.
Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal
kalimat.
2.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
3.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan
dengan nama Tuhan, nama Nabi/Rasul, dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk
Tuhan.
4.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan,
dan keagamaan yang diikuti nama orang.
5.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu,
nama instansi, atau nama tempat.
6.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang.
7.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa.
8.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,
dan peristiwa sejarah.
9.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
10. Huruf kapital dipakai
sebagai huruf pertama semua unsur nama Negara, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
11. Huruf kapital dipakai
sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada
nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
12. Huruf kapital dipakai
sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna di
dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti
di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
13. Huruf kapital dipakai
sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
14. Huruf kapital
dipakai sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak,
ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan.
15. Huruf kapital dipakai
sebagai huruf pertama kata ganti anda.
C.
PENULISAN KATA
a.
Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
b.
Kata Turunan
·
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
·
Jika bentuk kata dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
·
Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsure gabungan kata itu ditulis serangkai.
·
Jika salah satu unsure gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan
kata itu ditulis serangkai.
c.
Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda
hubung.
d.
Gabungan Kata
§ Gabungan kata yang lazim
disebut kata majemuk, termasukistilah khusus, unsure-unsurnya ditulis terpisah.
§ Gabungan kata, termasuk
istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis
dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsure yang bersangkutan.
e.
Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
f.
Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai
satu kata seperti kepada dan daripada.
g.
Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya.
h.
Partikel
Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari
bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
i.
Singkatan dan Akronim
1)
Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri dari atas satu huruf atau
lebih.
v Singkatan nama orang, nama
gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
v Singkatan nama resmi lembaga
pemerintah dan ketatanegaraaan, badan atau organisasi , serta nama dokumen
resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf capital dan tidak
diikuti dengan tanda titik.
v Singkatan umum yang terdiri
dari atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
v Lambang, kimia, singkatan
satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
2)
Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai
kata.
v Akronim nama diri yang
berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf
capital.
v Akronim nama diri yang
berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
v Akronim yang bukan nama diri
yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
j.
Angka dan Lambang
1)
Angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Di dalam tulisan
lazim digunakanangka Arab atau angka Romawi.
2)
Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau
kamar pada alamat.
3)
Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii)
satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
4)
Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5)
Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an.
6)
Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan
huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti
dalam perincian dan pemaparan.
7)
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
8)
Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya
lebih mudah dibaca.
9)
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
10) Jika bilangan dilambangkan
dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
D.
PEMAKAIAN TANDA BACA
A.
Macam-macam
tanda baca
Tanda
tanda baca yang dipakai dalam penuisan yaitu:
1)
Tanda titik(.)
2)
Tanda koma(,)
3)
Tanda titik koma(;)
4)
Tanda titik dua (:)
5)
Tanda hubung(-)
6)
Tanda pisah (_)
7)
Tanda elipis(…)
8)
Tanda Tanya(?)
9)
Tanda seru(!)
10) Tanda kurung((…))
11) Tanda kurung siku([…])
12) Tanda petik ganda(“…”)
13) Tanda petik tunggal(‘…’)
14) Tanda garis miring(/)
15) Tanda penyingkat(‘)
v Fungsi tanda baca
Dari
macam-macam tanda baca yang telah disebutkan tadi, masing masing tanda baca
memiliki fungsi dan kegunaanya masing-masing.
v Tanda Titik (.)
1.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
-
Ayahku tinggal di Solo.
-
Biarlah mereka duduk di sana.
-
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
2.
Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar,
atau daftar.
Misalnya:
a.
III. Departemen Dalam Negeri
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau
huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang
terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukan jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam ( 1 jam, 35 menit, 20
detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5.
Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara.
Weltervreden: Balai Poestaka.
6.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
7.
Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya yang tidak menunjukan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
8.
Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara kunjungan Adam Malik
9.
Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal
surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)
v Tanda Koma (,)
1.
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan
perangko.
2.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
serata berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
4.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk
kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
5.
Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi
pula,meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
... Oleh karena itu, kita harus hati-hati.
6.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti kata seperti o, ya, wah,
aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
7.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dari
kalimat.
Misalnya:
Kata Ibu, “ Saya gembira sekali.”
8.
Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang
ditulis berurutan.
Misalnya:
(i) Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pakuan, Bogor.
(ii) Sdr. Anwar, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
9.
Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sultan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
10. Tanda koma dipakai di
antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari
singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11. Tanda koma dipakai untuk
mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, berkunjung ke Manado.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan,
mengikuti latihan paduan suara.
12. Tanda koma dipakai di muka
angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
13. Tanda koma dapat
dipakai––untuk menghindari salah baca––di belakang keterangan yang terdapat
pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan
sikap yang bersungguh-sungguh.
14. Tanda koma tidak dipakai
untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam
kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
“ Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
v Tanda Titik Koma (;)
1.
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2.
Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk memasak di
dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional.
v Tanda Titik Dua (:)
1.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
Ketua : Moch. Achyar
Sekretaris : Tati Suryati
2.
Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di
antara surah dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul
suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
(v) Tempo, I (34), 1971:7
(vi) Surah Yasin:9
3.
Titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan.
Misalnya:
Ayah : “Karyo, sini kamu!”
4.
Titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Pak Adi mempunyai tiga orang anak: Ardi, Aldi, dan Asdi.
v Tanda Hubung (-)
1.
Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar atau kata berimbuhan yang terpisah
oleh pergantian baris.
Misalnya:
Walaupun demikian, masih banyak yang ti-dak mematuhi
peraturan tersebut.
2.
Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak, kupu-kupu, berulang-ulang, kemerah-merahan,
mondar-mandir, sayur-mayur
3.
Tanda hubung menyambung huruf dari kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
4.
Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan kata dengan kata berikutnya atau
sebelumnya yang dimulai dengan huruf kapital, kata/huruf dengan angka, angka
dengan kata/huruf.
Misalnya:
se-Indonesia, se-Jabodetabek, mem-PHK-kan, sinar-X,
peringkat ke-2, S-1, tahun 50-an
5.
Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur
bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an
v Tanda Tanya
1.
Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
2.
Tanda tanya dipakai di dalam kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).
v Tanda Seru (!)
1.
Tanda seru dipakai pada akhir kalimat printah.
Misalnya:
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
2.
Tanda seru dipakai pada akhir ungkapan atau pernyataan yang menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, ketakjuban, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
v Tanda Kurung ((...))
1.
Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Komisi A telah selesai menyusun GBPK (Garis-Garis Besar
Program Kerja) dalam sidang pleno tersebut.
2.
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan.
Misalnya:
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan perkembangan
per-ekonomian Indonesia lima tahun terakhir.
3.
Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga
kerja, dan (c) modal.
4.
Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia
menjadi kokain(a).
v Tanda Kurung Siku ([...])
1.
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai korekssi
atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda
itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam
naskah asli.
Misalnya:
Sang Puteri men[d]engar bunyi gemerisik.
2.
Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di
dalam Bab II [lihat halaman 35––38]) perlu dibentangkan di sini.
v Tanda Petik (“...”)
1.
Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah
atau bahan tertulis lainnya.
Misalnya:
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
2.
Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam
kalimat.
Misalnya:
Sajak “Berdiri Aku” terdaapat pada halaman 5 buku itu.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai
Prestasi di SMA” diterbitkan dalam harian Tempo.
3.
Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
Misalnya:
Saat ini ia sedang tidak mempunyai pacar yang di kalangan
remaja dikenal dengan “jomblo”.
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”.
v Tanda Petik Tunggal (‘...’)
1.
Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu,
Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
2.
Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau
ungkapan asing.
Misalnya:
Feed-back berarti ‘balikan’.
v Tanda Garis Miring (/)
1.
Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 12/PK/2005
Jalan Kramat III/10
2.
Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
Laki-laki/Perempuan
120 km/jam
v Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)
Tanda penyingkat menunjukkan
penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Gunung pun ‘kan kudaki. (‘kan =
akan)
17 Agustus ’45 (’45 = 1945)
E. Paragraf
Paragraf
dalam bahasa Yunani paragraphos (menulis di samping atau tertulis di samping) adalah
suatu jenis tulisan yang memiliki tujuan atau ide. Awal paragraf ditandai
dengan masuknya ke baris baru. Terkadang baris pertama dimasukkan,
kadang-kadang dimasukkan tanpa memulai baris baru. Dalam beberapa hal awal
paragraf telah ditandai oleh pilcrow (¶).
Sebuah
paragraf biasanya terdiri dari pikiran, gagasan, atau ide pokok yang dibantu
dengan kalimat pendukung. Paragraf non-fiksi biasanya dimulai dengan umum dan
bergerak lebih spesifik sehingga dapat memunculkan argumen atau sudut pandang.
Setiap paragraf berawal dari apa yang datang sebelumnya dan berhenti untuk
dilanjutkan. Paragraf umumnya terdiri dari tiga hingga tujuh kalimat semuanya
tergabung dalam pernyataan berparagraf tunggal. Sebuah paragraf dapat sependek
satu kata atau berhalaman-halaman, dan dapat terdiri dari satu atau banyak
kalimat. Ketika dialog dikutip dalam fiksi, paragraf baru digunakan setiap kali
orang yang dikutip berganti.
v Syarat Sebuah Paragraf
Di
setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :
1.
Kalimat Pokok
Biasanya
diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah
maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau
gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya
akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.
2.
Kalimat Penjelas
Kalimat
penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian
dari kalimat pokok suatu paragraf.
v Bagian-Bagian Suatu Paragraf yang
Baik
1.
Terdapat ide atau gagasan yang menarik dan diperlukan untuk merangkai
keseluruhan tulisan.
2.
Kalimat yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan berhubungan dengan
wajar.
v Jenis Paragraf
Beberapa
penulis seperti Sabarti Akhadiah, Gorys Keraf, Soedjito, dan
lain-lain membagi paragraf menjadi tiga jenis. Kriteria yang mereka gunakan
adalah sifat dan tujuan paragraf tersebut. Berdasarkan hal tersebut, jenis
paragraf dibedakan sebagai berikut:
1.
Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya
Keraf
(1980:63-66) memberikan penjelasan tentang jenis paragraf berdasarkan sifat dan
tujuannya sebagai berikut!
a.
Paragraf Pembuka
Tiap
jenis karangan akan mempunyai paragraf yang membuka atau menghantar karangan
itu, atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Oleh Sebab itu
sifat dari paragraf semacam itu harus menarik minat dan perhatian pembaca,
serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yag sedang diuraikan.
Paragraf yang pendek jauh lebih baik, karena paragraf-paragraf yang panjang
hanya akan meimbulkan kebosanan pembaca.
b.
Paragraf Penghubung
Paragraf
penghubung adalah semua paragraf yang terdapat di antara paragraf pembuka dan
paragraf penutup. Inti persoalan yang akan dikemukakan penulisan terdapat dalam
paragraf-paragraf ini. Oleh Sebab itu dalam membentuk paragraf-paragraf
penghubung harus diperhatikan agar hubungan antara satu paragraf dengan
paragraf yang lainnya itu teratur dan disusun secara logis. Sifat
paragraf-paragraf penghubung bergantung pola dari jenis karangannya. Dalam
karangan-karangan yang bersifat deskriptif, naratif, eksposisis,
paragraf-paragraf itu harus disusun berdasarkan suatu perkembangan yang logis.
Bila uraian itu mengandung pertentangan pendapat, maka beberapa paragraf
disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk kemudian melangkah kepada
paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang.
c.
Paragraf Penutup
Paragraf
penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian
karangan. Dengan kata lain, paragraf ini mengandung kesimpulan pendapat dari
apa yang telah diuraikan dalam paragraf-paragraf penghubung.Apapun yang menjadi
topik atau tema dari sebuah karangan haruslah tetap diperhatikan agar paragraf
penutup tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak berarti terlalu pendek. Hal
yang paling esensial adalah bahwa paragraf itu harus merupakan suatu kesimpulan
yang bulat atau betul-betul mengakhiri uraian itu serta dapat menimbulkan
banyak kesan kepada pembacanya.
2.
Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
Letak
kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan
letak kalimat utama ini berpijak pada pendapat Sirai, dan
kawan-kawan(1985:70-71) yang mengemukakan empat cara meletakkan kalimat utama
dalam paragraf.
a.
Paragraf Deduktif
Paragraf
dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian
diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat
utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari
yang umum ke yang khusus. Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal
paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan
yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu
kalimat utama terletak di awal paragraf.
b.
Paragraf Induktif
Paragraf
ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-enjelasan atau perincian-perincian,
kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode
berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum.
c.
Paragraf Gabungan atau Campuran
Pada
paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf.
Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat
pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok. Jadi
pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan
dua. Contoh paragraf campuran seperti dikemukakan oleh Keraf (1989:73): Sifat
kodrati bahasa yang lain yang perlu dicatat di sini ialah bahwasanya tiap
bahasa mempunyai sistem. Ungkapan yang khusus pula, masing-masing lepas
terpisah dan tidak bergantung dari yang lain. Sistem ungkapan tiap bahasa dan
sistem makna tiap bahasa dibatasi oleh kerangka alam pikiran bangsa yang
memiliki bahasa itu kerangka pikiran yang saya sebut di atas. Oleh karena itu
janganlah kecewa apabila bahasa Indonesia tidak membedakan jamak dan tunggal,
tidak mengenal kata dalam sistem kata kerjanya, gugus fonem juga tertentu
polanya, dan sebagainya. Bahasa Inggris tidak mengenal “unggah-ungguh”. Bahasa
Zulu tidak mempunyai kata yang berarti “lembu”, tetapi ada kata yang berarti “lembu
putih”, “lembu merah”, dan sebagainya. Secara teknis para linguis mengatakan
bahwa tiap bahasa mempunyai sistem fonologi, sistem gramatikal, serta pola
semantik yang khusus.
d.
Paragraf Tanpa Kalimat Utama
Paragraf
ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti pikiran utama tersebar di seluruh
kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam
karangan berbentuk narasi atau deskripsi. Contoh paragraf tanpa kalimat utama:
Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 1908, suatu benda cerah
tidak dikenal melayang menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak
kehitam-hitaman dengan disaksikan oleh paling sedikit seribu orang di pelbagai
dusun Siberi Tengah. Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk desa Vanovara
melihat benda itu menjadi bola api membentuk cendawan membubung tinggi ke
angkasa, disusul ledakan dahsyat yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar
sampai lebih dari 1000 km jauhnya. (Intisari, Feb.1996 dalam Keraf, 1980:74).
Sukar sekali untuk mencari sebuah kalimat topik dalam paragraf di atas, karena
seluruh paragraf bersifat deskriptif atau naratif. Tidak ada kalimat yang lebih
penting dari yang lain. Semuanya sama penting, dan bersama-sama membentuk
kesatuan dari paragraf tersebut.
v Syarat Pembentukan Paragraf
Suatu
paragraf dianggap bermutu dan efektif mengkomunikasikan gagasan yang
didukungnya apabila paragraf itu lengkap, artinya mngandung pikiran utama dan
pikiran-pikiran penjelas. Di samping itu sama halnya dengan kalimat, paragraf
harus memenuhi persyaratan tertentu.(Keraf, 1980:67) Adapun syarat-syarat
tersebut antara lain:
1)
Kesatuan (Unity)
Yang
dimaksud dengan kesatuan (unity) adalah bahwa paragraf tersebut harus
memperlihatkan dengan jelas suatu maksud atau sebuah tema tertentu. Kesatuan di
sini tidak boleh diartikan bahwa saja hanya memuat satu hal saja. Sebuah alinea
yang mempunyai kesatuan bisa saja mengandung beberapa hal atau beberapa
perincian, tetapi semua unsur tadi haruslah bersama-sama digerakkan untuk
menunjang maksud tunggal. Maksud tungggal itulah yang ingin disampaikan penulis
dalam alinea itu (Keraf, 1980:67).
Jadi
kesatuan atau unity di sini bukan berarti satu atau singkat kalimatnya,
melainkan berarti kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf tersebut menyatu
untuk mendukung pikiran utama sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.
Contoh paragraf yang memenuhi persyaratan kesatuan.
2)
Kepaduan (Koherensi)
Syarat
kedua yang harus dipenuhi sebuah paragraf adalah bahwa paragraf tersebut harus
mengandung koherensi atau kepaduan yang baik. Kepaduan yang baik itu terjadi
apabila hubungan timbal balik antara kalimat-kalimat yang membina paragraf
tersebut, baik, wajar, dan mudah dipahami tanpa kesulitan. Pembaca dengan mudah
mengikuti jalan pikiran penulis, tanpa merasa bahwa ada sesuatu yang menghambat
atau semacam jurang yang memisahkan sebuah kalimat dari kalimat lainnya, tidak
terasa loncatan-loncatan pikiran yang membingungkan (Keraf, 1980:75).
Kepaduan
bergantung dari penyusunan detil-detil dan gagasan-gagasan sekian macam
sehingga pembaca dapat melihat dengan mudah hubungan antar bgaian-bagian
tersebut. Jika sebuah paragraf tidak memliki kepaduan, maka pembaca seolah-olah
hanya menghadapi suatu kelompok kalimat yang masing-masing berdiri lepas dari
yang lain, masing-masing dengan gagasannya sendiri, bukan suatu uraian yang
integral.
Pendeknya
sebuah paragraf ang tidak memiliki kepaduan yang baik, akan menghadapkan
pembaca dengn loncatan-loncatan pikiran yang membingungkan, menghadapkan
pembaca dengan urutan waktu dan fakta yang tidak teratur, atau pengembangan
gagasan utamanya dengan perincian yang tidak logis dan tidak lagi berorientasi
kepada pokok uatama tadi.
Dengan
demikian kalimat-kalimat dalam paragraf bukanlah kalimat-kalimat yang dapat
berdiri sendiri. Kalimat-kalimat tersebut harus mempunyai hubungan timbal
balik, artinya kalimat pertama berhubungan dengan kalimat kedua, kalimat kedua
berhubungan dengan kalimat ketiga, demikian seterusnya. Koherensi suatu
paragraf dapat ditunjukkan oleh:
a.
Pengulangan kata/kelompok kata kunci atau disebut repetisi
b.
Penggantian kata/kelompok kata atau subtitusi
c.
Pengulangan kata/kelompok kata atau transisi
d.
Hubungan implisit atau penghilangan kata/kelompok kata tertentu atau
ellipsis
3)
Kejelasan
Suatu
paragraf dikatakan lengkap, apabila kalimat topik ditunjang oleh sejumlah
kalimat penjelas. Tentang kalimat-kalimat penjelas ini sudah dibicarakan di
bagian awal tulisan ini, yaitu pada unsur-unsur paragraf. Kalimat-kalimat
penjelas penunjang utama atau penunjang kedua harus benar-benar menjelaskan
pikiran utama. Cara mengembangkan pikiran utama menjadi paragraf serta hubungan
antar kalimat utama dengan kalimat penjelas (detil-detil penunjang) dapat
dilihat dari urutan rinciannya. Rincian itu dapat diurut secara urutan waktu
(kronologis), urutan logis, terdiri atas sebab-akibat, akibat-sebab,
umum-khusus, khusus-umum, urutan ruang (spasial), urutan proses, contoh-contoh
dan dnegan detail fakta.
v Pola Pengembangan Paragraf
Pengembangan paragraf mencakup dua
persoalan utama, yakni:
1. Kemampuan memerinci gagasan utama
paragraf ke dalam gagasan-gagasan penjelas.
2. Kemampuan mengurutkan
gagasan-gagasan penjelas kedalam gagasan-gagasan penjelas.
1.Paragraf Narasi
Paragraf narasi adalah paragraf yang
menceritakan suatu peristiwa atau kejadian sedemikian rupa sehingga pembaca
seolah-olah mengalami sendiri kejadian yang diceritakan itu. Dalam paragraf
narasi terdapat tiga unsur utama yaitu tokoh-tokoh, kejadian, dan latar ruang
atau waktu.
2.Paragraf Deskripsi
Paragraf deskripsi adalah jenis
paragraf yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Pola
pengembangan paragraf deskripsi, antara lain, meliputi pola pengembangan
spasial dan pola sudut pandang.
3.Paragraf Eksposisi
Paragraf eksposisi adalah paragraf
yang memaparkan atau menerangkan suatu hal atau objek. Dari paragraf Jenis ini
diharapkan para pembaca dapat memahami hal atau objek itu dengan
sejelas-jelasnya. Untuk memaparkan masalah yang dikemukakan, paragraf eksposisi
menggunakan contoh, grafik, serta berbagai bentuk fakta dan data lainnya.
Sedikitnya terdapat tiga pola pengembangan paragraf eksposisi, yakni dengan
cara proses, sebab dan akibat, serta ilustrasi.
4. Paragraf Argumentasi
Argumentasi bermakna ‘alasan’.
Argumentasi berarti pemberian alasan yang kuat dan meyakinkan. Dengan demikian,
paragraf argumentasi adalah paragraf yang mengemukakan alasan, contoh, dan
bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan. Alasan-alasan, bukti, dan sejenisnya,
digunakan penulis untuk mempengaruhi pembaca agar mereka menyetujui pendapat,
sikap atau keyakinan. Dalam beberapa hal memang terdapat beberapa persamaan
antara paragraf-paragraf eksposisi, yang telah kita pelajari terdahulu, dengan
paragraf argumentasi. Persamaan tersebut, antara lain bahwa kedua jenis paragraf
tersebut sama-sama memerlukan data dan fakta yang meyakinkan. Namun demikian,
terdapat pula perbedaan yang mencolok antara keduanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
penjelasan yang telah dijelaskan dimuka, maka ada beberapa hal yang dapat
penulis simpulkan:
1.
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran, dan
bagaimana menghubungkan serta memisahkan lambang-lambang. Secara teknis, ejaan
adalah aturan penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan
penulisan tanda baca.
2.
Ejaan yang berlaku sekarang ini adalah ejaan yang telah ditetapkan dan
diberlakukan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang diatur dalam Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
3. Ada
banyak sekali tata cara penulisan huruf kapital, yang kesemuanya telah diatur
dalam pedoman umum Ejaan yang Disempurnakan (EYD).
4.
Akan halnya dengan penulisan huruf besar, penulisan tanda bacapun telah diatur
dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
5. Adapun paragraf berfungsi untuk
memudahkan pembaca dalam mengikuti jalan pikiran penulis. Pada prinsipnya cara
membuat paragraf adalah dengan menyusun kerangka penulisan sampai
sedetil-detilnya agar memudahkan penjelasan dan menghindarkan dari penjelasan
yang berulang-ulang.
6. Dalam karang-mengarang atau
tulis-menulis, dituntut beberapa kemampuan antara lain kemampuan yang
berhubungan dengan kebahasaan dan kemampuan pengembangan atau penyajian. Yang
termasuk kemampuan kebahasaan adalah kemampuan menerapkan ejaan, pungtuasi,
kosa kata, diksi, dan kalimat. Sedangkan yang dimaksud dengan kemampuan
pengembangan ialah kemampuan menata paragraf, kemampuan membedakan pokok
bahasan, subpokok bahasan, dan kemampuan membagi pokok bahasan dalam urutan
yang sistematik.
B. Saran dan
Kritik
1.
Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara dan bahasa Nasional yang berfungsi
sebagai sarana komunikasi ilmiah, untuk itu kiranya adalah suatu keharusan bagi
kita semua agar mampu memahami ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD).
2. Apa
yang kita mengerti dan pahami tentang ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan (EYD), sekiranya dapat kita praktekkan dalam penulisan karya
ilmiah agar bahasa kita ini tidak tercampur dengan kata-kata asing.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustin, Risa, Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Dengan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Surabaya: Serba Jaya, 1972.
Sugihastuti, dkk. 2006. Editor
Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Finoza, Lamudin. 1993.Komposisi
Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia,.
Alwi, Hasan. Dkk. 2003, Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi-2. Jakarta: Balai Pustaka.
0 komentar:
Posting Komentar