BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerolehan
bahasa (Language Acquisition) adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk
menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi.
Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan
kosakata yang luas. Pemerolehan bahasa (akuisisi bahasa) merupakan proses yang
berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya
atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran
bahasa.
Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran (Cox, 1999; Musfiroh, 2002)
Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran (Cox, 1999; Musfiroh, 2002)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakan diatas diharapkan kita
akan mengetahui tentang :
a. Pembelajaran dan pemerolehan bahasa
b. Teori
belajar bahasa berdasarkan bentuknya
c.
Bahasa pertama menurut para ahli
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembelajaran dan Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan
bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran
bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang
kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).Selama pemerolehan
bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika
seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses
kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua
proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa
(fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari.
Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak
lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki
performansi dalam berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses
pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan
kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan
proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri
(Chaer 2003:167).
Selanjutnya,
Chomsky juga beranggapan bahwa pemakai bahasa mengerti struktur dari bahasanya
yang membuat dia dapat mengkreasi kalimat-kalimat baru yang tidak terhitung
jumlahnya dan membuat dia mengerti kalimat-kalimat tersebut. Jadi, kompetensi
adalah pengetahuan intuitif yang dipunyai seorang individu mengenai bahasa
ibunya (native languange). Intuisi linguistik ini tidak begitu saja ada,
tetapi berkembang sejalan dengan pertumbuhan anak, sedangkan performansi adalah
sesuatu yang dihasilkan oleh kompetensi.
Hal
yang patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi si anak dalam memperoleh
bahasa pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama dalam
memperoleh bahsa pertamanya? Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo,
(2005:243-244) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan
bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai
strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan
neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang
menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan.
Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak
secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini. Chomsky
mengibaratkan anak sebagai entitas yang seluruh tubuhnya telah dipasang tombol
serta kabel listrik: mana yang dipencet, itulah yang akan menyebabkan bola
lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan wujudnya seperti apa ditentukan
oleh input sekitarnya.
B.
Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa Pertama
Perlu
untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata
bahasa B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya
dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa
dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya
ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.
Pengetahuan
mengenai pemerolehan bahasa dan tahapnya yang paling pertama di dapat dari
buku-buku harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu
psikolinguistik. Dalam studi-studi yang lebih mutakhir, pengetahuan ini
diperoleh melalui rekaman-rekaman dalam pita rekaman, rekaman video, dan
eksperimen-eksperimen yang direncanakan. Ada sementara ahli bahasa yang membagi
tahap pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik.
Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap
pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi
seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus)
semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit,
keinginan untuk digendong, dan perasaan senang. Oleh karena itu, tahap-tahap
pemerolehan bahasa yang dibahas dalam makalah ini adalah tahap linguistik
yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling);
(2) tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap
menyerupai telegram (telegraphic speech).
v Vokalisasi
Bunyi
Pada
umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk
teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi
konsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan
bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Yang menjadi pertanyaan
adalah apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan tadi merupakan bahasa? Fromkin dan
Rodman (1993:395) menyebutkan bahwa bunyi tersebut tidak dapat dianggap sebagai
bahasa. Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini
adalah bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing. Hal
senada juga disampaikan oleh Grady dan Drobolvsky. Kedua ahli ini menyebutkan
bahwa tahap celoteh ini bukanlah bagian dari proses pemerolehan bahasa.
Setelah
tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan
ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun
umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti. Mar’at (2005:43)
menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6 bulan.
Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur
6 bulan. Tidak hanya itu. Ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh
terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini
dapat saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada
perkembangan neurologi seorang anak.
Pada
tahap celoteh ini, anak sudah menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda
seperti frikatif dan nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal.
Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti dengan vokal. Konsonan yang
keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya
adalah /a/. dengan demikian, strukturnya adalah K-V. Ciri lain dari celotehan
adalah pada usia sekitar 8 bulan, stuktur silabel K-V ini kemudian diulang
sehingga muncullah struktur seperti:
K1
V1 K1 V1 K1 V1…papapa mamama bababa…
Orang tua mengaitkan kata papa
dengan ayah dan mama dengan ibu meskipun apa yang ada di
benak tidaklah kita ketahui. Tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar
artikulatori belaka (Djardjowidjojo, 2005:245).
Begitu anak melewati periode
mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik yang merupakan balok
bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka belajar
bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan
kata-kata. Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah dengan
menggunakan teori hypothesis-testing (Clark & Clark dalam Mar’at
2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipotesis tentang bagaimana
mencoba memproduksi bunyi yang benar.
Pada tahap-tahap permulaan
pemerolehan bahasa, biasanya anak-anak memproduksi perkataan orang dewasa yang
disederhanakan sebagai berikut:
(1)
menghilangkan konsonan akhir
blumen
bu
boot
bu
(2)
mengurangi kelompok konsonan menjadi segmen tunggal:
batre
bate
bring
bin
(3)
menghilangkan silabel yang tidak diberi tekanan
kunci
ti
semut
emut
(4)
reduplikasi silabel yang sederhana
pergi
gigi
nakal
kakal
Menurut beberapa hipotesis,
penyederhanaan ini disebabkan oleh memory span yang terbatas, kemampuan
representasi yang terbatas, kepandaian artikulasi yang terbatas (Mar’at
2005:46-47).
Apakah tahap celoteh ini penting
bagi si anak. Jawabannya tentu saja penting. Tahap celoteh ini penting artinya
karena anak mulai belajar menggunakan bunyi-bunyi ujaran yang benar dan
membuang bunyi ujaran yang salah. Dalam tahap ini anak mulai menirukan
pola-pola intonasi kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa.
v Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak
berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal
diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada
tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang
untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi
ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama.
Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang
berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang
lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini),
“Ma” (Saya mau mama ada di sini).
Mula-mula, kata-kata itu diucapkan
anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi sesudah lebih dari satu tahun,
“pa” berarti juga “Di mana papa?” dan “Ma” dapat juga berarti “Gambar seorang
wanita di majalah itu adalah mama”.
Menurut pendapat beberapa peneliti
bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata
itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk
suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada
suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari
konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal
seperti a,i,u,e.
v Tahap
Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika anak
berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul
seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofrastis
ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap
dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada
tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun
hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat
digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata
benda + kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain
dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya
“Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
v Ujaran
Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai
menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut
juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan
bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai
beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa
orang dewasa. Contoh dalam tahap ini diberikan oleh Fromkin dan Rodman.
“Cat stand up table” (Kucing
berdiri di atas meja);
“What that?” (Apa itu?);
“He play little tune” (dia
memainkan lagu pendek);
“Andrew want that” (Saya,
yang bernama Andrew, menginginkan itu);
“No sit here” (Jangan duduk
di sini!)
Pada usia dini dan seterusnya,
seorang anak belajar B1-nya secara bertahap dengan caranya sendiri. Ada teori
yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa dengan cara
menirukan. Namun, Fromkin dan Rodman (1993:403) menyebutkan hasil peniruan yang
dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang
dewasa. Jika orang dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going
out”, si anak akan melafalkan dengan “He go out”. Ada lagi teori
yang mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement),
artinya kalau seorang anak belajar ujaran-ujaran yang benar, ia mendapat
penguatan dalam bentuk pujian, misalnya bagus, pandai, dsb. Akan tetapi,
jika ujaran-ujarannya salah, ia mendapat “penguatan negatif”, misalnya lagi,
salah, tidak baik. Pandangan ini berasumsi bahwa anak itu harus terus
menerus diperbaiki bahasanya kalau salah dan dipuji jika ujarannya itu benar.
Teori ini tampaknya belum dapat
diterima seratus persen oleh para ahli psikologi dan ahli psikolinguistik. Yang
benar ialah seorang anak membentuk aturan-aturan dan menyusun tata bahasa
sendiri. Tidak semua anak menunjukkan kemajuan-kemajuan yang sama meskipun
semuanya menunjukkan kemajuan-kemajuan yang reguler.
Selain tahap pemerolehan bahasa yang
disebutkan di atas, ada juga para ahli bahasa seperti Aitchison mengemukakan
beberapa tahap pemerolehan bahasa anak.
Tahap
1: Mendengkur
Tahap ini mulai berlangsung pada
anak usia sekitar enam minggu. Bunyi yang dihasilkan mirip dengan vokal tetapi
tidak sama dengan bunyi vokal orang dewasa.
Tahap
2: Meraban
Tahap ini berlangsung ketika usia
anak mendekati enam bulan. Tahap meraban merupakan pelatihan bagi alat-alat
ucap. Vokal dan konsonan dihasilkan secara serentak.
Tahap
3: Pola intonasi
Anak mulai menirukan pola-pola
intonasi. Tuturan yang dihasilkan mirip dengan yang diucapkan ibunya.
Tahap
4: Tuturan satu kata
Pada umur satu tahun sampai delapan
belas bulan anak mulai mengucapkan tuturan satu kata. Pada usia ini anak
memperoleh sekitar lima belas kata meliputi nama orang, binatang, dan
lain-lain.
Tahap
5: Tuturan dua kata
Umumnya pada usia dua setengah tahun
anak sudah menguasai beberapa ratus kata. Tuturan hanya terdiri atas dua kata.
Tahap
6: Infleksi kata
Kata-kata yang dianggap remeh dan
infleksi mulai digunakan. Dalam bahasa Indonesia yang tidak mengenal istilah
infleksi, mungkin berwujud pemerolehan bentuk-bentuk derivasi, misalnya kata
kerja yang mengandung awalan atau akhiran.
Tahap
7: Bentuk Tanya dan bentuk ingkar
Anak mulai memperoleh kalimat tanya
dengan kata tanya seperti apa, siapa, kapan, dan sebagainya. Di samping itu
anak juga sudah mengenal bentuk ingkar.
Tahap
8: Konstruksi yang jarang atau kompleks
Anak sudah mulai berusaha
menafsirkan meskipun penafsirannya dilakukan secara keliru. Anak juga
memperoleh kalimat dengan struktur yang rumit, seperti pemerolehan kalimat
majemuk.
Tahap
9: Tuturan yang matang
Pada tahap ini anak sudah dapat
menghasilkan kalimat-kalimat seperti orang dewasa.
Proses Perkembangan Bahasa Anak
1.
Fonologi
Anak menggunakan bunyi-bunyi yang
telah dipelajarinya dengan bunyi-bunyi yang belum dipelajari, misalnya
menggantikan bunyi /l/ yang sudah dipelajari dengan bunyi /r/ yang belum
dipelajari. Pada akhir periode berceloteh, anak sudah mampu mengendalikan
intonasi, modulasi nada, dan kontur bahasa yang dipelajarinya.
2.
Morfologi
Pada usia 3 tahun anak sudah
membentuk beberapa morfem yang menunjukkan fungsi gramatikal nomina dan verba
yang digunakan. Kesalahan gramatika sering terjadi pada tahap ini karena anak
masih berusaha mengatakan apa yang ingin dia sampaikan. Anak terus memperbaiki
bahasanya sampai usia sepuluh tahun.
3.
Sintaksis
Alamsyah (2007:21) menyebutkan bahwa
anak-anak mengembangkan tingkat gramatikal kalimat yang dihasilkan melalui
beberapa tahap, yaitu melalui peniruan, melalui penggolongan morfem, dan
melalui penyusunan dengan cara menempatkan kata-kata secara bersama-sama untuk
membentuk kalimat.
4.
Semantik
Anak menggunakan kata-kata tertentu
berdasarkan kesamaan gerak, ukuran, dan bentuk. Misalnya, anak sudah mengetahui
makna kata jam. Awalnya anak hanya mengacu pada jam tangan orang tuanya, namun
kemudian dia memakai kata tersebut untuk semua jenis jam.
C.
Teori-teori tentang Pemerolehan Bahasa Pertama
v Teori
Behaviorisme
Teori behaviorisme menyoroti aspek
perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan
(stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif
adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi
suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar
bahasa pertamanya.
Sebagai contoh, seorang anak
mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si anak akan
dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila sutu
ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak mendapat
kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang
dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang
pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.
B.F. Skinner adalah tokoh aliran
behaviorisme. Dia menulis buku Verbal Behavior (1957) yang digunakan
sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini. Menurut aliran ini, belajar merupakan
hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner,
perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh
konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus
dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan
ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement yang cocok, perilaku
akan berubah dan inilah yang disebut belajar.
Namun demikian, banyak kritikan
terhadap aliran ini. Chomsky mengatakan bahwa toeri yang berlandaskan conditioning
dan reinforcement tidak bisa menjelaskan kalimat-kalimat baru yang
diucapkan untuk pertama kali dan inilah yang kita kerjakan tiap hari. Bower dan
Hilgard juga menentang aliran ini dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir
tidak mendukung aliran ini.
Aliran behaviorisme mengatakan bahwa
semua ilmu dapat disederhanakan menjadi hubungan stimulus-response. Hal
tersebut tidaklah benar karena tidak semua perilaku berasal dari stimulus-response.
v Teori
Nativisme
Chomsky merupakan penganut
nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak
mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada
beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang
diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama
(merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan memiliki peran kecil di
dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu
yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat
menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang
dewasa.
Menurut aliran ini, bahasa adalah
sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu
yang singkat melalui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang
lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language
acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh
anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai
contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa
Inggris menjadi bahasa pertamanya.
Semua anak yang normal dapat belajar
bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan
sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak
mendapat “makanan” sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat
bahasa pertama sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh srigala
(Baradja, 1990:33).
Tanpa LAD, tidak mungkin seorang
anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem
bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi
bahasa dan bukan bunyi bahasa.
v Teori
Kognitivisme
Menurut teori ini, bahasa bukanlah
suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa
kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar.
Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan
lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan
urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223). Hal ini tentu saja berbeda dengan
pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan
kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan
khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara
alamiah.
Menurut teori kognitivisme, yang
paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan
dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa
dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya
mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak
sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai
menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya.
Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.
v Teori
Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan
bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental
pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan
adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki
pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada
masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara
otomatis.
Sebenarnya, menurut hemat penulis,
faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama oleh sang anak
sangat mempengaruhi. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa
si anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh
berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia
mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah
satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006:
2-3). Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan juga faktor
yang memperngaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak penemuan yang telah
membuktikan hal ini.
D.
Pengertian bahasa pertama menurut para ahli
- Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa.Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
- Ali (1995:77) mengatakan bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak awal hidupnya melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungan. Hal ini menunjukkan bahasa pertama (B1) merupakan suatu proses awal yang diperoleh anak dalam mengenal bunyi dan lambang yang disebut bahasa.
- Apabila dalam proses awal menunjukkan pemahaman dan penghasilan yang baik dari keluarga dan lingkungan bahasa yang diperolehnya, proses pemerolehan bahasa selanjutnya akan mendapatkan kemudahan. Tahapan-tahapan berbahasa ini memberikan pengaruh yang besar dalam proses pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa adalah proses pemahaman dan penghasilan (produksi) bahasa pada diri anak melalui beberapa tahap mulai dari meraba sampai fasih berbicara (Indrawati dan Oktarina, 2005:21).
- Perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas tiga bagian penting yaitu (a) perkembangan prasekolah (b) perkembangan ujaran kombinatori, dan (c) perkembangan masa sekolah. Perkembangan pemerolehan bahasa pertama anak pada masa prasekolah dapat dibagi lagi atas perkembangan pralinguistik, tahap satu kata dan ujaran kombinasi permulaan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pemerolehan bahasa pertama adalah
proses penguasaan bahasa pertama oleh si anak. Selama penguasaan bahasa pertama
ini, terdapat dua proses yang terlibat, yaitu proses kompetensi dan proses
performansi. Kedua proses ini tentu saja diperoleh oleh anak secara tidak
sadar.
Ada beberapa tahap yang dilalui oleh
sang anak selama memperoleh bahasa pertama. Tahap yang dimaksud adalah vokalisasi
bunyi, tahap satu-kata atau holofrastis, tahap dua-kata, tahap
dua-kata, ujaran telegrafis. Selain tahap pemerolehan bahsa seperti yang
telah disebutkan ini, ada juga para ahli bahasa, seperti Aitchison mengemukakan
beberapa tahap pemerolehan bahasa anak. Tahap-tahap yang dia maksud adalah
mendengkur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata,
infleksi kata, bentuk tanya dan bentuk ingkar, konstruksi yang jarang atau
kompleks, tuturan yang matang. Meskipun terjadi perbedaan dalam hal pembagian
tahap-tahap yang dilalui oleh anak saat memperoleh bahasa pertamanya, jika
dilihat secara cermat, pembahasan dalam setiap tahap pemerolehan bahasa pertama
anak memiliki kesamaan, yaitu adanya proses fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, pragmatik.
Bagaimana sebenarnya proses
pemerolehan bahasa pertama ini? Ada beberapa teori pemerolehan bahasa yang
menjelaskan hal ini, yaitu teori behaviorisme, nativisme, kognitivisme,
interaksionisme. Keempat teori ini memiliki sudut pandang yang berbeda dalam
menjelaskan perihal cara anak memperoleh bahasa pertamanya.
B.
Saran
Makalah
kami ini msih jauh dari kata sempurna untuk itu kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi tercapainya
kesempurnaan dari makalah kami ini
kedepannya
DAFTAR
PUSTAKA
Alamsyah, Teuku. 1997. Pemerolehan
Bahasa Kedua (Second Language Acqusition). Diktat Kuliah Program S-2.
Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Baradja, M.F. 1990. Kapita
Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP
Campbel, dkk. 2006. Metode
Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Depok: Intuisi Press.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian
Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono.
Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor.
Fromkin, Victoria dan Robert Rodman.
1993. An Introduction to Language. Florida: Harcourt Brace Jovanovich
Collage.
Mahmud, Saifuddin dan Sa’adiah.
1997. Teori Pembelajaran Bahasa: Materi Kuliah Program Setara D-3. Banda
Aceh: FKIP Unsyiah.
Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik
Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.
O’Grady, William dan Michael
Dobrovolsky. Contemporary Lingusitics: An Introduction. New York: St.
Martin Press.
0 komentar:
Posting Komentar