Jumat, 07 Maret 2014

makalah tentang EYD dan pola pengembangan paragrafh



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran, dan bagaimana menghubungkan serta memisahkan lambang-lambang. Secara teknis, ejaan adalah aturan penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan penulisan tanda baca. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia, ejaan Republik atau ejaan Soewandi. yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya.
Bahasa Indonesia dalam sejarah perkembangannya telah menggunakan beberapa ejaan, antara lain ejaan Van Ophuiysen dan ejaan Soewandi. Akan tetapi, sejak 1972, tepatnya pada 16 Agustus 1972, telah ditetapkan dan diberlakukan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Apabila pedoman ini dipelajari dan ditaati maka tidak akan terjadi kesalahan pengejaan kata.
Paragraf atau alinea berlaku pada bahasa tulis, sedangkan pada bahasa lisan digunakan istilah paraton (Brown dan Yule, 1996). Paragraf merupakan suatu kesatuan bentuk pemakaian bahasa yang mengungkapkan pikiran atau topik dan berada di bawah tataran wacana. Paragraf memiliki potensi terdiri atas beberapa kalimat. Paragraf yang hanya terdiri atas satu kalimat tidak mengalami pengembangan. Setiap paragraf berisi kesatuan topik, kesatuan pikiran atau ide. Dengan demikian, setiap paragraf memiliki potensi adanya satu kalimat topik atau kalimat utama dan kalimat-kalimat penjelas. Oleh Ramlan, (1993) pikiran utama atau ide pokok merupakan pengendali suatu paragraf.
Pengembangan paragraf terdiri atas pengembangan paragraf umum dan khusus, sudut pandang, analogi, contoh, klimaks dan anti klimaks, proses, klasifikasi, defenisi luas, perbandingan dan pertentangan, dan sebab akibat. Namun dalam pembahasan makalah ini hanya dibahas lima dari sepuluh pola pengembangan paragraf, yakni paragraf umum dan khusus, sudut pandang, analogi, contoh, dan klimaks dan anti klimaks.
B.           Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pemakaian huruf dalam EYD?
2.      Bagaimana penggunaan huruf kapital dalam EYD?
3.      Bagaimana penulisan kata dalam EYD?
4.      Bagaimana pemakaian tanda baca dalam EYD?
5.      Jenis – jenis paragraph
6.      Cara pengembangan paragraph.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     PEMAKAIAN HURUF
a.    Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L,M,N,O,P,Q,R,S,T,U,V,W,X,Y,Z.
b.   Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o,dan  u.
Huruf
Vokal
Contoh pemakaian dalam kata
diawal
Ditengah
diakhir
A
e

i
o
Api
Enak
Emas
Itu
oleh
Padi
Petak
Kena
Simpan
Kota
Lusa
Sore
Tipe
Murni
radio
Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
c.    Huruf konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
d.   Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
e.    Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
f.    Pemenggalan Kata
1.      Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
Ø   Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Ø   Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Ø   Jika di tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Ø   Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
2.      Imbuhan akhiran dan imbuhan aalan, termasuk awalan yang mengalami perubahanbentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapatdipenggal  pada pergantian baris.
3.      Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabungdengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c dan 1d di atas.

B.     HURUF KAPITAL
Pemakaian huruf yang lazim dalam bahasa Indonesia adalah huruf kapital atau huruf besar dan huruf miring, sedangkan huruf tebal tidak pernah diatur dalam pedoman EYD. Uraian secara rinci tentang penulisan huruf kapital akan dijelaskan sebagai berikut:
1.      Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
3.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, nama Nabi/Rasul, dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
5.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
6.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang.
7.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
8.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
9.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
10.  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama Negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
11.  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
12.  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
13.  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
14.   Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
15.  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti anda.

C.     PENULISAN KATA
a.       Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
b.      Kata Turunan
·         Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
·         Jika bentuk kata dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
·         Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsure gabungan kata itu ditulis serangkai.
·         Jika salah satu unsure gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
c.       Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
d.      Gabungan Kata
§  Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasukistilah khusus, unsure-unsurnya ditulis terpisah.
§  Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsure yang bersangkutan.
e.       Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
f.       Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
g.      Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
h.      Partikel
      Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
      Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
      Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
i.        Singkatan dan Akronim
1)      Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri dari atas satu huruf atau lebih.
v  Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
v  Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraaan, badan atau organisasi , serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf capital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
v  Singkatan umum yang terdiri dari atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
v  Lambang, kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
2)      Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
v  Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf capital.
v  Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
v  Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun  gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
j.        Angka dan Lambang
1)      Angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakanangka Arab atau angka Romawi.
2)      Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
3)      Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
4)      Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5)      Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an.
6)      Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
7)      Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
8)      Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
9)      Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
10)  Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.

D.    PEMAKAIAN TANDA BACA
A.    Macam-macam tanda baca
Tanda tanda baca yang dipakai dalam penuisan yaitu:

1)      Tanda titik(.)
2)      Tanda koma(,)
3)      Tanda titik koma(;)
4)      Tanda titik dua (:)
5)      Tanda hubung(-)
6)      Tanda pisah (_)
7)      Tanda elipis(…)
8)      Tanda Tanya(?)
9)      Tanda seru(!)
10)  Tanda kurung((…))
11)  Tanda kurung siku([…])
12)  Tanda petik ganda(“…”)
13)  Tanda petik tunggal(‘…’)
14)  Tanda garis miring(/)
15)  Tanda penyingkat(‘)

v  Fungsi tanda baca
Dari macam-macam tanda baca yang telah disebutkan tadi, masing masing tanda baca memiliki fungsi dan kegunaanya masing-masing.

v  Tanda Titik (.)
1.      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
-          Ayahku tinggal di Solo.
-          Biarlah mereka duduk di sana.
-          Dia menanyakan siapa yang akan datang.
2.      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a.      III. Departemen Dalam Negeri
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam ( 1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5.      Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Poestaka.
6.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
7.      Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
8.      Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara kunjungan Adam Malik
9.      Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)

v  Tanda Koma (,)
1.      Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
2.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat serata berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
4.      Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
5.      Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
... Oleh karena itu, kita harus hati-hati.
6.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
7.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dari kalimat.
Misalnya:
Kata Ibu, “ Saya gembira sekali.”
8.      Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
(i) Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pakuan, Bogor.
(ii) Sdr. Anwar, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
9.      Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sultan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
10.  Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.

11.  Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, berkunjung ke Manado.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
12.  Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
13.  Tanda koma dapat dipakai––untuk menghindari salah baca––di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
14.  Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
“ Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.

v  Tanda Titik Koma (;)
1.      Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2.      Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk memasak di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional.

v  Tanda Titik Dua (:)
1.      Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
Ketua : Moch. Achyar
Sekretaris : Tati Suryati

2.      Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara surah dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
(v) Tempo, I (34), 1971:7
(vi) Surah Yasin:9
3.      Titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ayah : “Karyo, sini kamu!”
4.      Titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Pak Adi mempunyai tiga orang anak: Ardi, Aldi, dan Asdi.

v  Tanda Hubung (-)
1.      Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar atau kata berimbuhan yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
Walaupun demikian, masih banyak yang ti-dak mematuhi peraturan tersebut.
2.      Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak, kupu-kupu, berulang-ulang, kemerah-merahan, mondar-mandir, sayur-mayur
3.      Tanda hubung menyambung huruf dari kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
4.      Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan kata dengan kata berikutnya atau sebelumnya yang dimulai dengan huruf kapital, kata/huruf dengan angka, angka dengan kata/huruf.
Misalnya:
se-Indonesia, se-Jabodetabek, mem-PHK-kan, sinar-X, peringkat ke-2, S-1, tahun 50-an
5.      Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an

v  Tanda Tanya
1.      Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
2.      Tanda tanya dipakai di dalam kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).

v  Tanda Seru (!)
1.      Tanda seru dipakai pada akhir kalimat printah.
Misalnya:
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
2.      Tanda seru dipakai pada akhir ungkapan atau pernyataan yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ketakjuban, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!

v  Tanda Kurung ((...))
1.      Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Komisi A telah selesai menyusun GBPK (Garis-Garis Besar Program Kerja) dalam sidang pleno tersebut.
2.      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan perkembangan per-ekonomian Indonesia lima tahun terakhir.
3.      Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
4.      Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
v  Tanda Kurung Siku ([...])
1.      Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai korekssi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:
Sang Puteri men[d]engar bunyi gemerisik.
2.      Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35––38]) perlu dibentangkan di sini.
v  Tanda Petik (“...”)
1.      Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lainnya.
Misalnya:
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
2.      Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Sajak “Berdiri Aku” terdaapat pada halaman 5 buku itu.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam harian Tempo.
3.      Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:
Saat ini ia sedang tidak mempunyai pacar yang di kalangan remaja dikenal dengan “jomblo”.
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”.

v  Tanda Petik Tunggal (‘...’)
1.      Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
2.      Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya:
Feed-back berarti ‘balikan’.

v  Tanda Garis Miring (/)
1.      Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 12/PK/2005
Jalan Kramat III/10
2.      Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
Laki-laki/Perempuan
120 km/jam

v  Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Gunung pun ‘kan kudaki. (‘kan = akan)
17 Agustus ’45 (’45 = 1945)


E. Paragraf
Paragraf dalam bahasa Yunani paragraphos (menulis di samping atau tertulis di samping) adalah suatu jenis tulisan yang memiliki tujuan atau ide. Awal paragraf ditandai dengan masuknya ke baris baru. Terkadang baris pertama dimasukkan, kadang-kadang dimasukkan tanpa memulai baris baru. Dalam beberapa hal awal paragraf telah ditandai oleh pilcrow (¶). 

Sebuah paragraf biasanya terdiri dari pikiran, gagasan, atau ide pokok yang dibantu dengan kalimat pendukung. Paragraf non-fiksi biasanya dimulai dengan umum dan bergerak lebih spesifik sehingga dapat memunculkan argumen atau sudut pandang. Setiap paragraf berawal dari apa yang datang sebelumnya dan berhenti untuk dilanjutkan. Paragraf umumnya terdiri dari tiga hingga tujuh kalimat semuanya tergabung dalam pernyataan berparagraf tunggal. Sebuah paragraf dapat sependek satu kata atau berhalaman-halaman, dan dapat terdiri dari satu atau banyak kalimat. Ketika dialog dikutip dalam fiksi, paragraf baru digunakan setiap kali orang yang dikutip berganti. 

v  Syarat Sebuah Paragraf
Di setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :
1. Kalimat Pokok
Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas. 

2. Kalimat Penjelas
Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf. 

v  Bagian-Bagian Suatu Paragraf yang Baik
1. Terdapat ide atau gagasan yang menarik dan diperlukan untuk merangkai keseluruhan tulisan.
2. Kalimat yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan berhubungan dengan wajar.

v  Jenis Paragraf
Beberapa penulis seperti Sabarti Akhadiah, Gorys Keraf, Soedjito, dan lain-lain membagi paragraf menjadi tiga jenis. Kriteria yang mereka gunakan adalah sifat dan tujuan paragraf tersebut. Berdasarkan hal tersebut, jenis paragraf dibedakan sebagai berikut:

1. Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya
Keraf (1980:63-66) memberikan penjelasan tentang jenis paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya sebagai berikut!
a. Paragraf Pembuka
Tiap jenis karangan akan mempunyai paragraf yang membuka atau menghantar karangan itu, atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Oleh Sebab itu sifat dari paragraf semacam itu harus menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yag sedang diuraikan. Paragraf yang pendek jauh lebih baik, karena paragraf-paragraf yang panjang hanya akan meimbulkan kebosanan pembaca. 

b. Paragraf Penghubung
Paragraf penghubung adalah semua paragraf yang terdapat di antara paragraf pembuka dan paragraf penutup. Inti persoalan yang akan dikemukakan penulisan terdapat dalam paragraf-paragraf ini. Oleh Sebab itu dalam membentuk paragraf-paragraf penghubung harus diperhatikan agar hubungan antara satu paragraf dengan paragraf yang lainnya itu teratur dan disusun secara logis. Sifat paragraf-paragraf penghubung bergantung pola dari jenis karangannya. Dalam karangan-karangan yang bersifat deskriptif, naratif, eksposisis, paragraf-paragraf itu harus disusun berdasarkan suatu perkembangan yang logis. Bila uraian itu mengandung pertentangan pendapat, maka beberapa paragraf disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk kemudian melangkah kepada paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang. 

c. Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain, paragraf ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam paragraf-paragraf penghubung.Apapun yang menjadi topik atau tema dari sebuah karangan haruslah tetap diperhatikan agar paragraf penutup tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak berarti terlalu pendek. Hal yang paling esensial adalah bahwa paragraf itu harus merupakan suatu kesimpulan yang bulat atau betul-betul mengakhiri uraian itu serta dapat menimbulkan banyak kesan kepada pembacanya. 




2. Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini berpijak pada pendapat Sirai, dan kawan-kawan(1985:70-71) yang mengemukakan empat cara meletakkan kalimat utama dalam paragraf.
a. Paragraf Deduktif
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang khusus. Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.

b. Paragraf Induktif
Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-enjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum. 

c. Paragraf Gabungan atau Campuran
Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua. Contoh paragraf campuran seperti dikemukakan oleh Keraf (1989:73): Sifat kodrati bahasa yang lain yang perlu dicatat di sini ialah bahwasanya tiap bahasa mempunyai sistem. Ungkapan yang khusus pula, masing-masing lepas terpisah dan tidak bergantung dari yang lain. Sistem ungkapan tiap bahasa dan sistem makna tiap bahasa dibatasi oleh kerangka alam pikiran bangsa yang memiliki bahasa itu kerangka pikiran yang saya sebut di atas. Oleh karena itu janganlah kecewa apabila bahasa Indonesia tidak membedakan jamak dan tunggal, tidak mengenal kata dalam sistem kata kerjanya, gugus fonem juga tertentu polanya, dan sebagainya. Bahasa Inggris tidak mengenal “unggah-ungguh”. Bahasa Zulu tidak mempunyai kata yang berarti “lembu”, tetapi ada kata yang berarti “lembu putih”, “lembu merah”, dan sebagainya. Secara teknis para linguis mengatakan bahwa tiap bahasa mempunyai sistem fonologi, sistem gramatikal, serta pola semantik yang khusus. 

d. Paragraf Tanpa Kalimat Utama
Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi. Contoh paragraf tanpa kalimat utama: Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 1908, suatu benda cerah tidak dikenal melayang menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak kehitam-hitaman dengan disaksikan oleh paling sedikit seribu orang di pelbagai dusun Siberi Tengah. Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk desa Vanovara melihat benda itu menjadi bola api membentuk cendawan membubung tinggi ke angkasa, disusul ledakan dahsyat yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar sampai lebih dari 1000 km jauhnya. (Intisari, Feb.1996 dalam Keraf, 1980:74). Sukar sekali untuk mencari sebuah kalimat topik dalam paragraf di atas, karena seluruh paragraf bersifat deskriptif atau naratif. Tidak ada kalimat yang lebih penting dari yang lain. Semuanya sama penting, dan bersama-sama membentuk kesatuan dari paragraf tersebut. 

v  Syarat Pembentukan Paragraf
Suatu paragraf dianggap bermutu dan efektif mengkomunikasikan gagasan yang didukungnya apabila paragraf itu lengkap, artinya mngandung pikiran utama dan pikiran-pikiran penjelas. Di samping itu sama halnya dengan kalimat, paragraf harus memenuhi persyaratan tertentu.(Keraf, 1980:67) Adapun syarat-syarat tersebut antara lain:
1) Kesatuan (Unity)
Yang dimaksud dengan kesatuan (unity) adalah bahwa paragraf tersebut harus memperlihatkan dengan jelas suatu maksud atau sebuah tema tertentu. Kesatuan di sini tidak boleh diartikan bahwa saja hanya memuat satu hal saja. Sebuah alinea yang mempunyai kesatuan bisa saja mengandung beberapa hal atau beberapa perincian, tetapi semua unsur tadi haruslah bersama-sama digerakkan untuk menunjang maksud tunggal. Maksud tungggal itulah yang ingin disampaikan penulis dalam alinea itu (Keraf, 1980:67). 

Jadi kesatuan atau unity di sini bukan berarti satu atau singkat kalimatnya, melainkan berarti kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf tersebut menyatu untuk mendukung pikiran utama sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Contoh paragraf yang memenuhi persyaratan kesatuan. 

2) Kepaduan (Koherensi)
Syarat kedua yang harus dipenuhi sebuah paragraf adalah bahwa paragraf tersebut harus mengandung koherensi atau kepaduan yang baik. Kepaduan yang baik itu terjadi apabila hubungan timbal balik antara kalimat-kalimat yang membina paragraf tersebut, baik, wajar, dan mudah dipahami tanpa kesulitan. Pembaca dengan mudah mengikuti jalan pikiran penulis, tanpa merasa bahwa ada sesuatu yang menghambat atau semacam jurang yang memisahkan sebuah kalimat dari kalimat lainnya, tidak terasa loncatan-loncatan pikiran yang membingungkan (Keraf, 1980:75). 

Kepaduan bergantung dari penyusunan detil-detil dan gagasan-gagasan sekian macam sehingga pembaca dapat melihat dengan mudah hubungan antar bgaian-bagian tersebut. Jika sebuah paragraf tidak memliki kepaduan, maka pembaca seolah-olah hanya menghadapi suatu kelompok kalimat yang masing-masing berdiri lepas dari yang lain, masing-masing dengan gagasannya sendiri, bukan suatu uraian yang integral. 

Pendeknya sebuah paragraf ang tidak memiliki kepaduan yang baik, akan menghadapkan pembaca dengn loncatan-loncatan pikiran yang membingungkan, menghadapkan pembaca dengan urutan waktu dan fakta yang tidak teratur, atau pengembangan gagasan utamanya dengan perincian yang tidak logis dan tidak lagi berorientasi kepada pokok uatama tadi. 

Dengan demikian kalimat-kalimat dalam paragraf bukanlah kalimat-kalimat yang dapat berdiri sendiri. Kalimat-kalimat tersebut harus mempunyai hubungan timbal balik, artinya kalimat pertama berhubungan dengan kalimat kedua, kalimat kedua berhubungan dengan kalimat ketiga, demikian seterusnya. Koherensi suatu paragraf dapat ditunjukkan oleh:
a. Pengulangan kata/kelompok kata kunci atau disebut repetisi
b. Penggantian kata/kelompok kata atau subtitusi
c. Pengulangan kata/kelompok kata atau transisi
d. Hubungan implisit atau penghilangan kata/kelompok kata tertentu atau ellipsis 

3) Kejelasan
Suatu paragraf dikatakan lengkap, apabila kalimat topik ditunjang oleh sejumlah kalimat penjelas. Tentang kalimat-kalimat penjelas ini sudah dibicarakan di bagian awal tulisan ini, yaitu pada unsur-unsur paragraf. Kalimat-kalimat penjelas penunjang utama atau penunjang kedua harus benar-benar menjelaskan pikiran utama. Cara mengembangkan pikiran utama menjadi paragraf serta hubungan antar kalimat utama dengan kalimat penjelas (detil-detil penunjang) dapat dilihat dari urutan rinciannya. Rincian itu dapat diurut secara urutan waktu (kronologis), urutan logis, terdiri atas sebab-akibat, akibat-sebab, umum-khusus, khusus-umum, urutan ruang (spasial), urutan proses, contoh-contoh dan dnegan detail fakta. 

v  Pola Pengembangan Paragraf
Pengembangan paragraf mencakup dua persoalan utama, yakni:
1. Kemampuan memerinci gagasan utama paragraf ke dalam gagasan-gagasan penjelas.
2. Kemampuan mengurutkan gagasan-gagasan penjelas kedalam gagasan-gagasan penjelas. 

1.Paragraf Narasi
Paragraf narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian sedemikian rupa sehingga pembaca seolah-olah mengalami sendiri kejadian yang diceritakan itu. Dalam paragraf narasi terdapat tiga unsur utama yaitu tokoh-tokoh, kejadian, dan latar ruang atau waktu. 

2.Paragraf Deskripsi
Paragraf deskripsi adalah jenis paragraf yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Pola pengembangan paragraf deskripsi, antara lain, meliputi pola pengembangan spasial dan pola sudut pandang. 

3.Paragraf Eksposisi
Paragraf eksposisi adalah paragraf yang memaparkan atau menerangkan suatu hal atau objek. Dari paragraf Jenis ini diharapkan para pembaca dapat memahami hal atau objek itu dengan sejelas-jelasnya. Untuk memaparkan masalah yang dikemukakan, paragraf eksposisi menggunakan contoh, grafik, serta berbagai bentuk fakta dan data lainnya. Sedikitnya terdapat tiga pola pengembangan paragraf eksposisi, yakni dengan cara proses, sebab dan akibat, serta ilustrasi. 


4. Paragraf Argumentasi
Argumentasi bermakna ‘alasan’. Argumentasi berarti pemberian alasan yang kuat dan meyakinkan. Dengan demikian, paragraf argumentasi adalah paragraf yang mengemukakan alasan, contoh, dan bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan. Alasan-alasan, bukti, dan sejenisnya, digunakan penulis untuk mempengaruhi pembaca agar mereka menyetujui pendapat, sikap atau keyakinan. Dalam beberapa hal memang terdapat beberapa persamaan antara paragraf-paragraf eksposisi, yang telah kita pelajari terdahulu, dengan paragraf argumentasi. Persamaan tersebut, antara lain bahwa kedua jenis paragraf tersebut sama-sama memerlukan data dan fakta yang meyakinkan. Namun demikian, terdapat pula perbedaan yang mencolok antara keduanya.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah dijelaskan dimuka, maka ada beberapa hal yang dapat penulis simpulkan:
1.      Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran, dan bagaimana menghubungkan serta memisahkan lambang-lambang. Secara teknis, ejaan adalah aturan penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan penulisan tanda baca.
2.      Ejaan yang berlaku sekarang ini adalah ejaan yang telah ditetapkan dan diberlakukan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
3.      Ada banyak sekali tata cara penulisan huruf kapital, yang kesemuanya telah diatur dalam pedoman umum Ejaan yang Disempurnakan (EYD).
4.      Akan halnya dengan penulisan huruf besar, penulisan tanda bacapun telah diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
5. Adapun paragraf berfungsi untuk memudahkan pembaca dalam mengikuti jalan pikiran penulis. Pada prinsipnya cara membuat paragraf adalah dengan menyusun kerangka penulisan sampai sedetil-detilnya agar memudahkan penjelasan dan menghindarkan dari penjelasan yang berulang-ulang.
6. Dalam karang-mengarang atau tulis-menulis, dituntut beberapa kemampuan antara lain kemampuan yang berhubungan dengan kebahasaan dan kemampuan pengembangan atau penyajian. Yang termasuk kemampuan kebahasaan adalah kemampuan menerapkan ejaan, pungtuasi, kosa kata, diksi, dan kalimat. Sedangkan yang dimaksud dengan kemampuan pengembangan ialah kemampuan menata paragraf, kemampuan membedakan pokok bahasan, subpokok bahasan, dan kemampuan membagi pokok bahasan dalam urutan yang sistematik.

B.     Saran dan Kritik
1.      Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara dan bahasa Nasional yang berfungsi sebagai sarana komunikasi ilmiah, untuk itu kiranya adalah suatu keharusan bagi kita semua agar mampu memahami ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD).
2.      Apa yang kita mengerti dan pahami tentang  ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD), sekiranya dapat kita praktekkan dalam penulisan karya ilmiah agar bahasa kita ini tidak tercampur dengan kata-kata asing.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Risa, Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) Dengan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Surabaya: Serba Jaya, 1972.
Sugihastuti, dkk. 2006. Editor Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Finoza, Lamudin. 1993.Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia,.
Alwi, Hasan. Dkk. 2003, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi-2. Jakarta: Balai Pustaka.

0 komentar:

Posting Komentar