Sabtu, 03 Mei 2014

makalah tentang morfologi bahasa



BAB I
PENDAHULUAN


A.     LATAR BELAKANG
            Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi (Abdul Chaer, 1995: 14-18). Sebagai sebuah sistem, bahasa pada dasarnya memberi kendala pada penuturnya. Dengan demikian, bahasa pada gilirannya pantas diteliti, karena kendala-kendala yang dihadapi oleh penutur suatu bahasa memerlukaan penanganan dan pencerahan. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai tanggung jawab keilmuan kepada peserta didik dalam memberikan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Materi pembelajaran yang disajikan hendaknya mencerminkan kazanah bahasa Indonesia yang selaras dan sejalan dengan perkembangan peradaban rakyat Indonesia. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia sebaiknya juga melakukan pengkajian terhadap berbagai persoalan terhadap perkembangan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
            Salah satu bidang pengkajian bahasa Indonesia yang cukup menarik adalah bidang tata bentukan atau morfologi. Bidang ini menarik untuk dikaji karena perkembangan kata-kata baru yang muncul dalam pemakaian bahasa sering berbenturan dengan kaidah-kaidah yang ada pada bidang tata bentukan ini. Oleh karena itu perlu dikaji ruang lingkup tata bentukan ini agar ketidaksesuaian antara kata-kata yang digunakan oleh para pemakai bahasa dengan kaidah tersebut tidak menimbulkan kesalahan sampai pada tataran makna. Jika terjadi kesalahan sampai pada tataran makna, hal itu akan mengganggu komunikasi yang berlangsung. Bila terjadi gangguan pada kegiatan komunikasi maka gugurlah fungsi utama bahasa yaitu sebagai alat komunikasi. Hal ini tidak boleh terjadi.
            Salah satu gejala dalam bidang tata bentukan kata dalam bahasa Indonesia yang memiliki peluang permasalahan dan menarik untuk dikaji adalah proses morfofonemik atau morfofonemis. Permasalahan dalam morfonemik cukup variatif, pertemuan antara morfem dasar dengan berbagai afiks sering menimbulkan variasi-variasi yang kadang membingungkan para pemakai bahasa. Sering timbul pertanyaan dari pemakai bahasa, manakah bentukan kata yang sesuai dengan kaidah morfologi. Dan, yang menarik adalah munculnya pendapat yang berbeda dari ahli bahasa yang satu dengan ahli bahasa yang lain. Fenomena itulah yang menarik bagi kami untuk melakukan pengkajian dan memaparkan masalah tentang pengertian morfologi dan morfofonemik ini dalam makalah ini.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa Pengertian Morfologi ?
2. Apa Pengertian Morf, Morfem dan Alomorf ?
3. Apa Hubungan Morfem dan Kata ?
4. Apa Deretan Morfologi ?
5. Apa Kata Dasar dan Dasar Kata ?
6. Apa Hierarki Kata ?
7. Apa Pengertian Morfofonemik ?
8. Apa Proses Perubahan Fonem ?
9. Apa Proses Penambahan Fonem ?
10. Apa Proses Penanggalan Fonem ?
11. Apa Kaidah Fonemik ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN MORFOLOGI
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphe dan logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
Morfologi juga mempelajari arti yang timbul sebagai akibat peristiwa gramatik, yang biasa disebut arti gramatikal atau makna. Satuan yang paling kecil dipelajari oleh morfologi adalah morfem, sedangkan yang paling besar berupa kata. morfologi hanya Mempelajari peristiwa-peristiwa yang umum, peristiwa yang berturut-turut terjadi, yang bisa dikatakan merupakan sistem dalam bahasa.
Peristiwa perubahan bentuk misalnya pada perubahan kata dari jala menjadi jalan pada kata berjalan, dan perubahan dari kata aku menjadi saya, serta perubahan kata dari tahun menjadi tuhan boleh dikatakan hanya terjadi pada kata tersebut. Oleh karena itu, peristiwa tersebut tidak bisa disebut sebagai peristiwa umum, tentu saja bukan termasuk dalam bidang morfologi, melainkan termasuk dalam ilmu yang biasa disebut etimologi, yaitu ilmu yang mempelajari seluk-beluk asal sesuatu kata secara khusus.
            Dalam bahasa Indonesia mempunyai berbagai bentuk. Kata sedih, gembira, dan senang merupakan  satu  morfem. Kata bersedih, bergembira, dan bersenang merupakan dua morfem, yaitu morfem ber- sebagai afiks, dam morfem sedih merupakan bentuk dasarnya begitu juga dengan morfem bergembira dan bersenang terdiri dari dua morfem. Kata senang-senang terdiri dari dua morfem yaitu morfem senang sebagai bentuk dasar dan diikuti oleh senang sebagai morfem ulang. Semua yang berhubungan denngan bentuk kata tersebut yang menjadi objek dari suatu ilmu disebut dengan morfologi.
Perubahan-perubahan  bentuk kata menyebabkan adanya perubahan golongan dan arti kata. Golongan kata sedih tidak sama dengan golongan kata bersedih. Kata sedih termasuk golongan kata adjektiva, sedangkan kata bersedih termasuk verba deadjektiva. Di segi arti, kata-kata senang, bersenang, dan senang-senang semuanya mempunyai arti yang berbeda-beda. Demikian pula dengan kata sedih dan gembira.
Perbedaan atau perubahan golongan dan arti kata tersebut disebabkan oleh perubahan bentuk kata. Karena itu, selain menyelidiki bidangnya yang utama dalam seluk-beluk bentuk kata, morfologi juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat perubahan bentuk kata.
Intinya adalah jika syntax membahas tentang bagaimana kata-kata disusun dalam sebuah kalimat, maka morphology membahas bentuk kata-kata tersebut.
Di sini dikemukakan bahwa pembicaraan tentang satuan gramatik yang salah satu dari unsurnya berupa afiks dibahas dalam bidang morfologi, dan pembicaraan tentang kata majemuk juga dibicarakan dalam bidang morfologi mengingat bahwa kata majemuk masih termasuk golongan kata.
Definisi Morfologi Menurut Beberapa Ahli
1.      Morfologi adalah ilmu bahasa tentang seluk-beluk bentuk kata (struktur kata)
Sumber: Zaenal Arifin dan Juaiyah “Morfologi: Bentuk, Makna, dan Fungsi”
2.      Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.
Sumber: J. W. M. Verhaar “Asas-Asas Linguistik Umum”
3.      Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal.
Sumber: J. W M. Verhaar “Pengantar Linguistik”
4.      Menurut Ramlan (1978:2) Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata.
5.      Menurut Nida (1974: 1) menyatakan bahwa morfologi adalah suatu kajian tentang morfem-morfem dan penyusunan morfem dalam rangka pembentukan kata.
Sumber: Syahwin Nikelas “Pengantar Linguistik Untuk Guru Bahasa”
6.      Menurut Cristal ( 198 : 232 – 233 ), morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, utamanya melalui pengguanaan morfem. Morfologi pada umumnya dibagi ke dalam dua bidang : yakni telaah infleksi (inflectional morfhology ). Dan telaah pembentukan kata (lexical or derivational morphology). Analisi morfemik  bagian dari telaah linguistik sikronis ; analisis morfologis diterapkan terhadap telaah historis. Analisis morfologis dilakukan dalam berbagai bentuk. Satu pendekatan membuat telaah distribusional morfem dan varian morfemis yang muncul dalam kata ( analisis susunan morfotaktis ). Suatu model pemerian yang memandang hubungan antara kata – kata sebagai proses derivasi. Dalam linguistic generative, morfologi dan sintaksis tidak dilihat sebagai dua tingkat terpisah ; kaidah – kaidah dari tata bahasa berlaku bagi struktur kata, seperti halnya terhadap frasa dan kalimat, dan konsep – konsep morfologis hanya muncul sebagai titik dimana output komponen sintaksis harus diberikan representasi fonologi melalui kaidah – kaidah morfofonologis.
7.      Menurut Bauer ( 1983 : 33 ), morfologi membahas struktur internal bentuk kata. Dalam morfologi, analisis membagi bentuk kata ke dalam formatif komponennya, dan berusaha untuk menjelaskan kemunculan setiap formatif. Morfologi dapat dibagi ke dalam dua cabang utama, yaitu morfologi infleksional dan pembentukan kata yang disebut morfologis leksikal. Morfologi infleksional membahas leksem – leksem baru dari pemajemukan kata ( komposisi ).  Deriviasi berurusan dengan pembentukan leksem baru dari dua atau lebih sistem potensial. Derivasi kadang – kadang juga dibagi ke dalam derivasi mempertahankan kelas (class-maintaining derivation) dan derivasi perubahan kelas (class-changing derivation).
8.      Menurut rumandji ( 1993:2), morfologi mengcakup kata, bagiannya, dan prosesnya. Menurut O’ Grady dan Dobrovolsky (1989:89-90), morofologi adalah komponen tata bahasa generative tranformasional (TTG) yang membicarakan struktur internal kata.
            Teori morfologi umum yang berurusan dengan pembahasan secara tepat mengenai jenis – jenis kaidah morfologi yang dapat ditemukan dalam bahasa – bahasa alamiah. Morfologi khusus merupakan seperangkat kaidah yang mempunyai fungsi ganda. Pertama, kaidah – kaidah ini berurusan dengan pembentukan kata baru. Kedua, kaidah – kaidah ini mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari tentang struktur internal kata yang sudah ada dalam bahasanya.


v  Fungsi Morfologi
1.      Untuk mengetahui bagaimana perubahan-perubahan bentuk kata, baik dari fungsi 
                  gramatik maupun semantik.
2.      Mengetahui bagaimana seluk-beluk kata
3.      mengetahui bagaimana suatu arti yang timbul akibat peristiwa gramatik
4.      Mempelajari peristiwa-peristiwa umum, peristiwa yang berturut-turut terjadi, atau dengan kata lain sebagai sistem dalam bahasa

v  Tujuan Morfologi
  1. Membahas masalah morfem dan kata
  2. Membahas masalah unit-unit gramatikal
  3. Membahas masalah prinsip pengenalan morfem
  4. Membahas masalah klasifikasi morfem
  5. Membahas masalah proses morfologis
  6. Membahas masalah morfofonemik
  7. Membahas masalah fungsi dan makna afiksasi
  8. Membahas masalah kategori kata
            Morfologi atau tata bentuk ada pula yang menyebutnya morphemics adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal (Verhaar, 1984 : 52). Dengan perkataan lain, morfologi mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata. Dalam linguistik bahasa Arab, morfologi ini disebut tasrif, yaitu perubahan suatu bentuk (asal) kata menjadi bermacam-macam bentuk untuk mendapatkan makna yang berbeda (baru). Tanpa perubahan bentuk ini, maka yang berbeda tidak akan terbentuk (Alwasilah, 1983 : 101).
Untuk memperjelas pengertian di atas, perhatikanlah contoh-contoh berikut dari segi struktur atau unsur-unsur yang membentuknya.

A.    Makan
Makanan
Dimakan
Termakan
Makan-makan
B.     Main
Mainan
Bermain
Main-main
Bermain-main

            Contoh-contoh yang terpampang di atas, semuanya disebut kata. Namun demikian, struktur kata-kata tersebut berbeda-beda. Kata makan terdiri atas satu bentuk bermakna. Kata makanan, dimakan, dan termakan masing-masing terdiri atas dua bentuk bermakna yaitu –an, di-, ter- dengan makan. Kata makan-makan terdiri atas dua bentuk bermakna makan dan makan. Rumah makan pun terdiri atas dua bentuk bermakan rumah dan makan. Kata main, sama dengan kata makan terdiri atas satu bentuk bermakna, sedangkan kata mainan, bermain, main-mainan, permainan, memainkan masing-masing terdiri atas dua buah bentuk bermakna yakni –an, ber-, main, per-an, me-kan dengan main. Kata bermain-main terdiri atas tiga bentuk bermakna ber-, main, dan main.
            Berdasarkan contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa bentuk-bentuk tersebut dapat berubah karena terjadi suatu proses. Kata makan dapat berubah menjadi makanan, dimakan, termakan karena masing-masing adanya penambahan –an, di-, dan ter-, dapat pula menjadi makan-makan karena adanya pengulangan, dapat pula menjadi rumah makan karena penggabungan dengan rumah. Perubahan bentuk atau struktur kata tersebut dapat pula diikuti oleh perubahan jenis atau makna kata. Kata makan termasuk jenis atau golongan kata kerja sedangkan makanan termasuk jenis atau golongan kata benda. Dari segi makna kata makan maknanya ‘memasukan sesuatu melalui mulut’, sedangkan makanan maknanya ‘semua benda yang dapat dimakan’.
            Seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti atau makna kata seperti contoh di atas itulah yang dipelajari oleh bidang morfologi (Ramlan, 1983 : 3).

B. PENGERTIAN MORF, MORFEM DAN ALOMORF
            Morfem adalah bentuk yang paling kecil yang tidak mempunyai bentuk lain sebagai unsurnya. Banyak morfem yang hanya mempunyai satu struktur yakni jumlah maupun urutan fonemnya selalu tetap. Di lain pihak, banyak morfem yang mempunyai beberapa struktur fonologis, misalnya morfem peN- mempunyai struktur-struktur fonologis pe-, pem-, pen-, peng-, peny-, dan penge-, seperti terlihat pada kata-kata: pelari, pembimbing, pendengar, penguji, penyakit, dan pengecat. Satuan-satuan pe-, pem-, peng-, peny-, dan penge- masing-masing disebut morf yang semuanya alomorf dari morfem peN- (Ramlan, 1983 : 27). Jadi dapatlah dikatakan bahwa morfem peN- mempunyai morf-morf pe-, pem-, pen-, peng-, peny-, dan penge- sebagai alomorfnya.
            Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa alomorf itu merupakan variasi bentuk suatu morfem. Keraf (1982 : 51) mengatakan bahwa variasi itu disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya. Maksudnya, bergantung kepada jenis fonem awal sebuah satuan yang dilekati oleh morfem tersebut. Perubahan /N/ itu harus homogen. Sebagai contoh /N/ akan menjadi /m/ apabila dilekatkan pada bentuk dasar yang diawali fonem /b/. Fonem /m/ dan /b/ sama-sama bunyi bilabial. Jadi yang dimaksud dengan Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya, sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya.

C. MORFEM DAN KATA
            Yang dimaksud dengan kata dalam pembicaraan ini ialah satuan gramatikal bebas yang terkecil. Kata disusun oleh satu atau beberapa morfem. Kata bermorfem satu disebut kata monomorfemis, sedangkan kata bermorfem lebih dari satu disebut kata polimorfemis. Dalam kalimat “amin sedang mempelajari soal itu”, misalnya, terdapat empat kata monomorfemis, yaitu Amin, sedang, soal dan itu, dan satu kata polimorfemis, yakni mempelajari. Penggolongan kata menjadi jenis monomorfemis dan polimorfemis adalah penggolongan berdasarkan jumlah morfem yang menyusun kata.
            Kata polimorfemis dapat dilihat sebagai hasil proses morfologis yang berupa perangkaian morfem. Kata seperti amin, sedang, soal dan itu dapat dianggap tidak mengalami proses morfologis, sedangkan kata seperti mempelajari dan persoalan merupakan kata hasil suatu proses morfologis.
            Salah satu contoh proses morfologis adalah pengimbuhan atau afiksasi (penambahan afiks). Penambahan afiks dapat dilakukan di depan, di tengah, di belakang atau di depan dan belakang morfem dasar. Afiks yang ditambahkan di depan disebut awalan atau prefiks, yang di tengah disebut sisipan atau infiks, yang di belakang disebut akhiran atau sufiks, yang di depan dan belakang disebut apitan, sirkumfiks atau konfiks.

Contohnya adalah sebagai berikut :
Prefiks             : berkata, merasa, perasa, serasa, terasing
Infiks               : gerigi, gemuruh, gelosok, seruling
Sufiks              : tulisi, tuliskan, tulisan
Sirkumfiks       : pernyataan, persatuan, kesatuan
            Afiks selalu merupakan morfem terikat, sedangkan morfem dasar dapat berupa morfem bebas atau morfem terikat. Berikut ini beberapa contoh morfem dasar yang terikat : aju, cantum, elak, genang, giru, huni, imbang, jelma, jenak, kitar, lancing, paut.
Morfem dengan Kata
Perhatikanlah satuan-satuan gramatik berikut ini !
1) tanda
2) menandai
3) tanda tangan
4) dari Bandung
            Satuan tanda merupakan sebuah bentuk bebas karena tidak dapat dibagi menjadi satuan-satuan bebas lainnya. Satuan menandai tidak dapat dibagi menjadi bentuk bebas. Tetapi perhatikan bentuk atau satuan tanda tangan dapat dibagi menjadi dua satuan yakni tanda dan tangan. Namun kalau diteliti lebih jauh, sebenarnya satuan tanda tangan memiliki satu kesatuan yang utuh atau padu. Dengan perkataan lain, tanda tangan memiliki sifat sebuah kata yang membedakan dirinya dari frase (Ramlan, 1983 : 28; Prawirasumantri, 1985 : 129). Bentuk-bentuk atau satuan-satuan yang setipe itu tidak mungkin dipisahkan atau dibalikkan menjadi tangan tanda atau dipisahkan satuan lain tanda itu tangan. Bentuk atau satuan sepeti itu dalam hubungannya keluar selalu merupakan satu kesatuan dari. Satuan itu bukan merupakan bentuk bebas seperti contoh lainnya di, ke, daripada- tetapi secara gramatis memiliki sifat bebas. Satuan-satuan seperti contoh di atas dari nomor 1 sampai dengan 4 di sebut kata.
            Berdasarkan penjelasan di atas, nyatalah bahwa kata dapat terdiri atas satu morfem atau lebih. Kata-kata seperti: duduk, makan, tidur, meja masing-masing terdiri atas sebuah morfem, sedangkan penduduk, makanan, meja makan, kaki tangan masing-masing terdiri atas dua buah morfem. Kata-kata yang terdiri atas satu morfem disebut kata bermorfem tunggal atau kata monomorfemis (monomorphemic word) dan kata-kata yang terdiri atas dua morfem atau lebih disebut kata bermorfem jamak atau kata polimorfemis (polymorphemic word) (Verhaar, 1984 : 54).
            Dari paparan di atas dapatlah ditarik suatu ciri kata. Ciri kata pada dasarnya mencakup dua hal yaitu: (1) kata merupakan suatu kesatuan penuh dan komplit dalam sebuah ujaran bahasa, dan (2) kata dapat ditersendirikan yakni bahwa sebuah kata dalam kalimat dapat dipisahkan dari yang lain dan dapat dipindahkan (Parera, 1980 : 10).

D. DERETAN MORFOLOGI
            Paradigma yaitu daftar lengkap perubahan afiksasi yang mungkin dengan morfem asal yang sama (Verhaar, 1984:65). Morfem asal itu mungkin mengalami perubahan bentuk akibat afiksasi (Sitindoan, 1984:68). Pengertian paradigma sama maknanya dengan deretan morfologi seperti yang diungkapkan Ramlan (1983:28) yaitu suatu deretan atau daftar yang memuat kata-kata yang berhubungan dalam bentuk dan artinya.
Deretan morfologi ini akan berguna dalam menentukan sebuah morfem. Dengan membuat paradigma atau deretan morfologi kita akan dapat menentukan suatu morfem, misalnya:


menulis
penulis
tertulis
bertulis
bertuliskan
tulisan
tulis-menulis
menulisi
ditulisi
dituliskan
bertuliskan
menuliskan



            Dari perbandingan kata yang terdapat dalam paradigma di atas, dapat disimpulkan adanya morfem tulis sebagai unsur yang terdapat pada tiap-tiap kata. Dengan demikian kita dapat menentukan bahwa menulis terdiri atas morfem meN- dan tulis dan seterusnya.
Contoh lain dapat kita lihat dari paradigma berikut.
menelantarkan
ditelantarkan
keterlantaran

            berdasarkan paradigma di atas jelaslah bahwa kata terlantar terdiri atas satu morfem, bukan dua morfem ter- dan lantar.

E. KATA DASAR DAN DASAR KATA
1. Kata Dasar
            Kata dasar adalah kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan Umumnya kata dasar dalam bahasa Indonesia dan juga semua bahasa yang serumpun dengan bahasa Indonesia, terjadi dari dua suku kata : misalnya : rumah, lari, nasi, padi, pikul, jalan, tidur dan sebagainya. Seorang ahli bahasa Jerman, Otto von Dempwolff, dalam penelitiannya tentang bahasa Indonesia telah menetapkan dua macam pola susunan kata dasar dalam bahasa Indonesia. Pola itu disebutnya Pola Kanonik atau Pola Wajib, yaitu :
1.      Pola Kanonik I : K-V-K-V, maksudnya tata susun bunyi yang membentuk suatu kata dasar terdiri dari: Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal, misalnya: padi, lari, paku, tiga, dada, dan sebagainya.
2.      Pola Kanonik II : K-V-K-V-K, maksudnya di samping Pola Kanonik I kata-kata dasar Indonesia dapat juga tersusun dari Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal-Konsonan, misalnya: rumah, tanah, batang, sayap, larang, dan lain-lain.
Kita tidak menyangkal akan apa yang telah dikemukakan oleh Von Dempwolff. Tetapi, andaikata kita menerima secara mutlak Pola Kanoniknya itu sebagai dasar yang absolut, maka bagaimana kita harus menerapkan kata-kata seperti tendang, banting, panggil, aku, api, anak, dan lain-lain. Berarti kita sekurang-kurangnya menambahkan beberapa macam rumus lagi agar bisa menampung semua kata dasar yang terdapat dalam bahasa Indonesia, misalnya: K-V-K-K-V-K, V-K-V-K, V-K-V. Dan semua rumus ini sekurang-kurangnya baru mengenai kata-kata dasar. Jika kita membahas kata-kata pada umumnya, tentu akan lebih banyak lagi.
Oleh karena itu kita mengambil suatu dasar lain yang lebih sempit yaitu berdasarkan suku kata ( silaba ). Bila kita berusaha untuk memecah-mecahkan kata dasar bahasa Indonesia menjadi sukukata-sukukata, maka kita akan sampai kepada satu kesimpulan bahwa ada tiga macam struktur sukukata dalam bahasa Indonesia yaitu: V, V-K, K-V , dan K-V-K .
            Dengan demikian kata-kata dasar dalam bahasa Indonesia dibentuk dari kemungkinan-kemungkinan gabungan dari ketiga jenis silaba itu, misalnya:
ru – mah (K-V + K-V-K)
ka – ta (K-V + K-V)
a - pa (V + K-V)
lem – but (K-V-K + K-V-K)
na – ik (K-V + V-K)
a – ir (V + V-K) dan lain-lain.

2. Dasar Kata
            Jika kita memperhatikan lagi dengan cermat akan bentuk-bentuk kata dasar, tampaklah bahwa ada banyak kata yang memiliki bagian yang sama. Seorang ahli bahasa dari Austria bernama Renward Brandsetter telah mencurahkan minatnya sepenuhnya dalam hal ini. Ia akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa kata-kata dasar dalam bahasa Indonesia dalam sejarah pertumbuhannya, pernah terbentuk dari suatu unsur yang lebih kecil yang disebut Dasar Kata. Kata-kata seperti bukit, rakit, bangkit, ungkit, dan lain-lain dapat dipulangkan kepada suatu unsur dasar yaitu vkit.
            Dengan demikian dalam bahasa Indonesia kita mendapat bermacam-macam dasar kata seperti :
vtun : tuntun, santun, pantun.
vtas : batas, atas, pentas, petas, retas , dan lain-lain.
vlut : kalut, balut, salut, belut, dan lain-lain.
vlit : lilit, kulit, sulit, belit, dan lain-lain.

F. HIERARKI KATA
            Hierarki kata adalah tingkatan kata/penjenjangan kata/kelas kata. Bahasa Indonesia mengenal pengelompokan kosa dalam bentuk kelas kata. Tata bahasa Indonesia banyak pendapat para mengenai jumlah dan jenis kelas kata. Kelas kata terdiri dari seperangkat kategori morfologis yang tersusun dalam kerangka sistem tertentu yang berbeda dan sistem kategori morfologis kelas kata lain. Kategori morfologis adalah sederetan kata yang memiliki bentuk gramatikal dan makna gramatikal yang sama. Setiap kategori morfologis itu terbentuk oleh prosede morfologis tertentu. Prosede morfologis adalah pembentukan kata secara sinkronis. Prosede morfologis itu ada dua macam yaitu derivasi dan intleksi. Derivasi adalah prosede morfologis yang menghasilkan kata-kata yang makna leksikalnya berbeda dari kata pangkal pembentuknya. Sebaliknya, infleksi menghasilkan kata-kata yang bentuk gramatikalnya berbeda-beda, tetapi leksemnya tetap seperti pada kata pangkalnya.
Kategori Morfologi Kelas Kata Bahasa Indonesia dapat dibedakan atas :
1. Kelas Nomina
            Untuk menentukan suatu kata termasuk nomina, digunakan penanda valensi sintaktis karena perangkat kategori morfologis pembangun kerangka sistem morfologi nomina itu ditandai oleh valensi sintaktis yang sama, yaitu (1) mempunyai potensi berkombinasi dengan kata bukan, (2) mempunyai potensi didahului oleh kata di, ke, dari, pada. Kelas nomina yang ditemukan dan data terdiri dan: (1) nomina murni, yakni nomina yang tidak berasal dari kelas kata lain, (2) nomina deverbal, yakni nomina yang terbentuk dari verba.
2. Kelas Verba
            Untuk menentukan suatu kata termasuk verba, digunakan valensi sintaktis karena perangkat kategori pembangun kerangka sisteni morfologi verba itu ditandai oleh valensi sintaktis yang sama, yaitu mempunya; potensi berkomhinasi dengan kata: tidak, sudah, sedang, akan, baru, telah, belum, mau, hendak. Kelas verba yang ditemukan pada data terdiri dari (1) verba murni, yakni verba yang tidak berasal dari kelas kata lain, (2) verba denominal, yakni verba yang terbentuk dari nomina, (3) verba deadjektival, yakni verba yang terbentuk dan adjektiva, (4) verba denuineral, yakni verba yang terbentuk dari numeralia, dan (5) verba depronominal, yakni verba yang terbentuk dari pronomina.
3. Kelas Adjektiva
            Untuk menentukan suatu kata termasuk adjektiva, digunakan valensi sintaktis karena perangkat kategori morfologis pembangun kerangka sistem morfologi adjektiva itu ditandai oleh valensi sintaktis yang sama yaitu mempunyai potensi berkombinasi dengan kata: sangat, agak, paling, amat, sekali.
            Kelas adjektiva yang ditemukan pada data hanya satu kategori morfologis, yaitu berupa adjektiva bentuk dasar yang terdiri dari :
Contoh : apes, aman, akrab, takut, basah, banyak, baik, bodoh, cukup, kerdil, salam, suka, sudah, tersinggung, berwibawa, terlalu, spona, serius, sering, cantik, tenang.
4. Kelas Numeralia
            Untuk menentukan suatu kata lermasuk numeralia, digunakan valensi sintaktis karena perangkat kategori morfologis pembangun kerangka sistem morfologis numeralia itu ditandai oleh valensi sintaktis yang sama yaitu dapat bergabung dengan nomina.
Kelas numeralia yang ditemukan pada data hanya ada satu macam yaitu numeralia murni. Adapun yang dimaksud numeralia murni adalah numeralia yang tidak berasal dari kelas kata lain. Numeralia murni ini terdiri dari numeralia dasar (monomorfemis) dan numeralia tununan (polimortemis). Numeralia turunan yang terbentuk dari kata-kata numeralia disebut numeralia denumeral.
5. Kelas Adverbia
            Untuk menentukan suatu kata termasuk adverbia, digunakan valensi sintaktis karena perangkat kategori morfologis pembangun kerangka sistem morfologi adverbia itu ditandai oleh valensi sintaktis yang sama yaitu dapat bergabung dengan verba. Kelas adverbia yang ditemukan pada data hanya ada satu kategori morfologis, yaitu berupa adverbia bentuk dasar yang terdiri dari :
Contoh: tak, telah, akan, baru, sudah, sedang, saja, juga.

G. PENGERTIAN MORFOFONEMIK
            Morfofonemik adalah cabang linguistik yang mempelajari perubahan bunyi yang diakibatkan oleh adanya pengelompokkan morfem. Nelson Francis (1958) mengatakan bahwa morfofonemik mempelajari variasi-variasi yang tampak pada struktur fonemik alomorf-alomorf sebagai akibat pengelompokkan menjadi kata (Ahmadslamet, 1982:69). Pengertian lain dilontarkan oleh Samsuri (1982:201) bahwa morfofonemik merupakan studi tentang perubahan-perubahan fonem yang disebabkan hubungan dua morfem atau lebih serta pemberian tanda-tandanya.
            Prawirasumantri (1986:37) memberikan contoh untuk memperjelas bidang garapan morfofonemik yakni dengan pertemuan morfem ber- dengan morfem ajar menghasilkan bentuk belajar. Pada proses morfologis ini terjadi perubahan /r/ menjadi /l/. pertemuan morfem meN- dengan lihat menjadi melihat. Disini tampak bunyi /N/ hilang menjadi me-. Perubahan-perubahan bunyi akibat pertemuan dua morfem atau lebih disebut morfofonemis, sedangkan tanda huruf besar pada meN- yang pada realitas fonemis bisa berupa beberapa macam bunyi/fonem disebut morfofonem, dan ilmu yang mempelajarinya disebut morfofonemik.

H. PROSES PERUBAHAN FONEM
Perubahan bunyi akan terjadi pada :
1) Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang dimulai oleh fonem atau bunyi /d/ dan bunyi /s/ khusus pada bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing akan terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /n/.
meN- + datang
meN- + survai
peN- + damar
peN- + supply →


→ mendatang
mensurvei
pendamar
pensupply

2) Pertemuan morfem meN- dan peN- pada bentuk dasar yang berawal dengan bunyi atau fonem /b, f/ akan terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /m/. Misalnya :
meN- + buru
meN- + fitnah
peM- + buang
peM- + fitnah →


→ memburu
memfitnah
pembuang
pemfitnah

3) Pertemuan morfem meN- den peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /c, j/, maka fonem /N/ akan berubeh menadi /n/. Misalnya :
meN- + cakar
meN- + jajal
peN- + ceramah
peN- + jamu →


→ mencakar
menjajal
penceramah
penjamu
4) Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan. bentuk dasar yang berbunyi awal /g, h, x/ dan voka1 , maka fonem /N/ akan berubah menjadi /η/. Misalnya :
meN- + garap
meN- + hasut
meN- + khayal
meN- + ambil
meN- + intip
meN- + ukur
meN- + ekor
meN- + orbit
peN- + garis
peN- + harum
peN- + khianat
peN- + angkat
peN- + isap
peN- + umpat
peN- + olah →













→ menggarap
menghasut
mengkhayal
mengambil
mengintip
mengukur
mengekor
mengorbit
penggaris
pengharum
pengkhianat
pengangkat
pengisap
pengumpat
pengolah

5) Pertemuan morfem ber- dan per— pada bentuk dasar ajar mengakibatkan perubahan bunyi /r/ men jadi /1/. Peristiwa ini sebenarnya merupakan peristiwa unik, sebab hanya terjadi pada bentuk dasar ajar sehingga ada yang mengatakan suatu “kekecualian”. Perhatikanlah :
ber- + ajar
per- + ajar →
→ belajar
pelajar



6) Pertemuan morfem ke-an dan -i dengan bentuk dasar berfonem akhir /?/ menyebabkan fonem tersebut berubah menjadi /k/. Misalnya :
duduk /dudu?/ + ke-an
bedak /beda?/ + -i →
→ kedudukan
bedaki


I. PROSES PENAMBAHAN FONEM

Proses penambahan bunyi terjadi pada :
1) Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an, menyebabkan timbulnya fonem atau bunyi /?/ bila bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/. Misalnya :
-an + sapa
ke-an + sama
per-an + kata →

→ sapaan
kesamaan
perkataan
Jika peN-an dipertemukan dengan bentuk dasar yang diawali bunyi /p, t, k, dan s/ dan diakhiri oleh vokal maka morfofonemis yang terjadi berupa perubahan, penghilangan dan penambahan bunyi. Contoh :
peN-an + tanda
peN-an + padu
peN-an + kaji
peN-an + sampai →


→ penandaan
pemaduan
pengajian
penyampaian

2) Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang berakhir dengan bunyi /i/ akan menyebabkan timbulnya bunyi /y/. Misalnya :
-an + hari
ke-an + serasi
per-an + api →

→ harian
keserasian
perapian

3) Pertemuan antara morfem , ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang berkhir dengan fonem /u, o/ akan menyebabkan timbulnya fonem /w/. Misalnya :
-an + jamu
ke-an + lucu
per-an + sekutu
-an + kilo
ke-an + loyo
per-an + toko →




→ jamuan
kelucuan
persekutuan
kiloan
keloy
pertokoan

J. PROSES PENANGGALAN FONEM
Proses penanggalan atau penghilangan bunyi dapat terjadi atas :
1) Bunyi /N/ pada meN- dan peN- yang hilang karena pertemuan kedua morfem tersebut dengan bentuk dasar yang berbunyi atau berfonem awal /r, l, y, w/ dan nasal. Misalnya :
meN- + ramu
meN- + lucu
meN- + yakini
meN- + wangi
meN- + nyanyi
meN- + minyak
meN- + ngeong
meN- + nanti
peN- + rusak
peN- + lacak
peN- + yakin
peN- + wajib
peN- + nyala
peN- + mabuk
peN- + nanti →













→ meramu
melucu
meyakini
mewangi
menyanyi
meminyak
mengeong
menanti
perusak
pelacak
peyakin
pewajib
penyala
pemabuk
penanti




2) Fonem /r/ pada morfern ber-, ter-, dan per- hilang bila yang berbunyi atau berfonem awal /r/ atau yang suku pertamanya berakhir dengan bunyi /r/. Misalnya :
ber- + rambut
ber- + serta
ber- + kerja
ter- + rasa
ter- + rayu
per- + ramal
per- + ramai
per- + serta →






→ berambut
beserta
bekerja
terasa
terayu
peramal
peramai
peserta


K. KAIDAH FONEMIK
            Fonemik adalah ilmu yang mempelajari bunyi-ujaran dalam fungsinya sebagai pembeda arti. Dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi-ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti. Dalam kaidah fonemik atau biasa yang disebut aturan-aturan dalam fonemik ini, kita meneliti apakah dalam perbedaan bunyi itu mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.
1. Identifikasi Fonem
            Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah satuan bahasa, bisanya sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama dan mencari pasangan minimalnya. Identitas sebuah fonem hanya berlaku dalam satu bahasa tertentu saja.
2. Alofon
            Alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai kemiripan fonetis, artinya banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapannya. Tentang distribusinya, mungkin bersifat komplementer atau bebas. Distribusi komplementer atau saling melengkapi adalah distribusi yang tempatnya tidak bisa dipertukarkan, meskipun diperlukan tidak akan menimbulkan perbedaan makna, sifatnya tetap pada lingkungan tertentu. Sedangkan distribusi bebas adalah bahwa alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan lingkungan bunyi tertentu. Alofon adalah realisasi dari fonem. Fonem bersifat abstrak karena fonem itu hanyalah abstraksi dari alofon atau alofon-alofon itu.
3. Klasifikasi Fonem
            Fonem dibedakan menjadi fonem vokal dan konsonan. Ini agak terbatas sebab hanya bunyi-bunyi yang dapat membedakan makna saja yang dapat menjadi fonem. Fonem-fonem yang berupa bunyi, yang didapat sebagai hasil segmentasi terhadap arus ujaran disebut fonem segmental. Sebaliknya fonem yang berupa unsur suprasegmental disebut fonem suprasegmental atau fonem nonsegmental. Dalam bahasa Indonesia unsur suprasegmental tampaknya tidak bersifat fonemis atau morfemis, namun intonasi mempunyai peranan pada tingkat sintaksis. Kalau kriteria klasifikasi terhadap fonem sama dengan kriteria yang dipakai untuk klasifikasi bunyi (fon) maka penamaan kemampuan sama dengan penamaan bunyi.


4. Khazanah Fonem
            Khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa. Jumlah fonem suatu ba\hasa tidak sama jumlahnya dengan yang dimiliki bahasa lain. Ada kemungkinan juga, karena perbedaan tafsiran, maka jumlah fonem tidak sama.
5. Perubahan Fonem
            Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda sebab sangat tergantung pada lingkungannya, atau ada fonem-fonem lain yang berada di sekitarnya. Namun, perubahan yang terjadi pada kasus fonem /o/ bahasa Indonesia itu bersifat fonetis, tidak mengubah fonem /o/ itu menjadi fonem lain.
6. Fonem dan Grafem
            Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata. Ini dapat dicari dari dua buah kata yang mirip, yang memiliki satu bunyi yang berbeda. Fonem dianggap sebagai konsep abstrak. Dalam studi fonologi, alofon-alofon yang merealisasikan sebuah fonem itu dapat dilambangkan secara akurat dalam wujud tulisan atau transkripsi fonetik. Yang paling tidak akurat adalah transkripsi ortografis, yakni penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem ejaan yang berlaku pada suatu bahasa. Grafem adalah satuan unit terkecil sebagai pembeda dalam sebuah sistem aksara. Contoh grafem antara lain adalah huruf alfabet, aksara Tionghoa, angka, tanda baca, serta simbol dari sistem penulisan lain. Satu grafem dapat dipetakan tepat pada satu fonem, meskipun cukup banyak sistem ejaan yang memetakan beberapa grafem untuk satu fonem (misalnya grafem dan untuk fonem /ŋ/) atau sebaliknya, satu grafem untuk beberapa fonem (misalnya grafem untuk fonem /e/ dan /ə/).

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
            Dari sedikit penjelasan di atas tentang pengertian Morfologi dan Morfofonemik beserta pokok bahasan lain yang terkandung dalam pengertian Morfologi dan Morfofonemik, dapat ditarik sedikit kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengertian Morfologi adalah ilmu yang mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata.
2. Di dalam ilmu morfologi kita bisa membahas pengertian morfem, morf, alomorf, morfem dan kata, deretan morfologi, kata dasar dan dasar kata dan hierarki kata (tingkatan-tingkatan dalam kata).
3. Pengertian morfofonemik adalah cabang linguistik yang mempelajari perubahan bunyi yang diakibatkan oleh adanya pengelompokkan morfem.
4. Di dalam morfofonemik kita bisa membahas tentang perubahan-perubahan fonem yang disebabkan hubungan dua morfem atau lebih serta pemberian tanda-tandanya.

B. SARAN
           
Setiap kajian bahasa perlu adanya peninjauan kembali guna memperoleh hasil yang optimal sehingga tidak ada lagi kesalahan yang ditimbulkan oleh pola morfofonemis. Definisi tidak akan mampu menjawab keseluruhan dari kajian morfologis tetapi jauh darinya hubungan morfologi dengan semantik sangat erat sehingga pengertian tersebut   perlu direvisi. 
 


DAFTAR PUSTAKA

Rahardi, R. Kunjana Dr. M.Hum. 2005. Pragmatik Kesatuan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Sarwoko, Tri adi. 2003. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik. Yogyakarta : Andioffset.
http://tata-bahasa.110mb.com/Index.htm
http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=85
http://muslich-m.blogspot.com/2007/08/fonologi-bahasa-indonesia.html
Badudu, J.S. 1983. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung : Pustaka Prima.
Chear, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rieneka Cipta.
Elson, Benjamin dan Verma Pickett. 1962. An Introduction to Morphology and Sintax. California : Santa Ana.
O ‘ grady, wiliam ; micheal dobrovolsky ; Mark Aronoff. 000. Contemporary linguistics an introduction.
Verhaar, J.W.M. 1999. Asas – Asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gajah Mada Univesitiy press.

1 komentar: