PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Metode Konservasi Teknik konservasi
tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan
permukaan tanah terhadap pukulan butir butir
hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik
atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran
permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut (Agus et al.,
1999).
Manusia mempunyai keterbatasan dalam
mengendalikan erosi sehingga perlu ditetapkan kriteria tertentu yang diperlukan
dalam tindakan konservasi tanah. Salah satu pertimbangan yang harus disertakan
dalam merancang teknik konservasi tanah adalah nilai batas erosi yang masih
dapat diabaikan (tolerable soil loss). Jika besarnya erosi pada tanah dengan
sifat-sifat tersebut lebih besar daripada angka erosi yang masih dapat
diabaikan, maka tindakan konservasi sangat diperlukan. Ketiga teknik konservasi
tanah secara vegetatif, mekanis dan kimia pada prinsipnya memiliki tujuan yang
sama yaitu mengendalikan laju erosi, namun efektifitas, persyaratan dan
kelayakan untuk diterapkan sangat berbeda.
Dalam usaha pengawetan (konservasi) tanah dan air dapat
berfungsi untuk meningkatkan lahan-lahan pertanian hingga dapat berproduksi
menghasilkan pangan bagi kebanyakan masyarakat ( Kartasapoetra, 2005).
Berdasarkan hal tersebut sangat perlunya diadakan
kanservasai tanah dan air pada lahan kering guna untuk memperoleh tujuan yaitu
dapat memanfaatkan lahan kering sebagai lahan pertanian yang berproduksi pangan
yang tinggi. Konservasi tanah dan air dapat dilakukan dengan teknologi dengan
cara vegetatif (Biologi), Mekanik, dan kimiawi (dengan memanfaatkan bahan-bahan
pemantap tanah). Konservasi tanah
dan air merupakan cara konvensional yang cukup mampu menanggulangi masalah
diatas. Dengan menerapkan sisitem konservasi tanah dan air diharapkan bisa
menanggulangi erosi, menyediakan air dan meningkatkan kandungan hara dalam
tanah serta menjadikan lahan tidak kritis lagi.
Ada 3 metode dalam dalam melakukan
konservasi tanah dan air yaitu metode fisik dengan pegolahan tanahnya, metode
vegetatif dengan memanfaatkan vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan
penyediaan air serta metode kimia yaitu memanfaatkan bahan2 kimia untuk
mengaawetkan tanah
(Syakur, 2007).
Menurut Arsyad(1983), usaha-usaha pengawetan (konservasi)
tanah ditujukan untuk: (1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki
tanah yang rusak, (3) dan menetapkan kelas kemampuan tanah dan
tindakan-tindakan atau perlakuan agar tanah tersebut dapat dipergunakan untuk
waktu yang tidak terbatas (berkelanjutan). Selanjutnya dikemukakan bahwa
pengawetan air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah
seefisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir
yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.
Tiap kelas penggunaan tanah memerlukan teknik pengawetan
tanah tertentu. Adapun teknik pengawetan tanah dapat dibagi dalam tiga golongan
utama, yaitu (1) metoda vegetatif, (2) metoda mekanik dan (3) metoda kimia
(Arsyad, 1983). Metoda yang lazim dipraktekkan di Indonesia umumnya adalah
metoda vegetatif yang seringkali dikombinasikan dengan metoda mekanik, misalnya
penanaman penutup tanah sebagai penguat teras atau sebagai penutupan permukaan
dari hantaman butir hujan, pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur,
sistem pertanaman lorong (Alley Cropping) sampai kepada sistem yang paling
sederhana yaitu penggunaan mulsa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
diharapkan kita akan mengetahui tentang
:
Konservasi Tanah
a.
Pengertian Konservasi Tanah
b.
Metode Konservasi Tanah
c.
Hambatan Konservasi Tanah
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konservasi Tanah
Konservasi tanah merupakan suatu bentuk upaya dalam mencegah erosi tanah dan
memperbaiki tanah yang sudah rusak oleh erosi. Hal ini terkait dengan
penempatan setiap bidang tanah dengan memperlakukan atau menggunakan tanah
tersebut sesuai dengan kemampuannya guna mencegah kerusakan tanah oleh
erosi. Konservasi air merupakan penggunaan air seefisien mungkin.
Misalnya, penggunaan air untuk pertanian yaitu dengan mengatur waktu aliran air
sehingga ketersediaan air dapat terjaga pada musim kemarau dan kelebihan air
pada musim penghujan dapat diatur sehingga lahan pertanian tidak rusak karena
terendam oleh air. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang
tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat tersebut dan tempat-tempat lain
yang dialirinya. Berbagai tindakan konservasi tanah adalah juga tindakan
konservasi air.
Sumber daya utama baik tanah maupun
air mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Dengan adanya kerusakan tersebut maka berdampak pada penurunan
tingkat produktivitas. Faktor - faktor yang menyebabkan kerusakan
tersebut antara lain : kehilangan unsur hara menyebabkan merosotnya kesuburan
tanah, salinitas dan penjenuhan tanah oleh air, dan erosi yaitu hilangnya atau
terkikisnya tanah dan bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh
air ke tempat lain. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukannya suatu usaha
untuk tetap menjaga kestabilan tanah dan air yaitu melalalui konservasi tanah
dan air.
Secara garis besar, metode
konservasi tanah dan air dibagi menjadi 4 yaitu : metode vegetatif, Teknis, mekanik,
dan kimia.
B. Metode Konservasi Tanah
Teknik konservasi tanah di Indonesia
diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap
pukulan butir butir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti
pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan
mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara
terhanyut (Agus et al., 1999).
Manusia mempunyai keterbatasan dalam
mengendalikan erosi sehingga perlu ditetapkan kriteria tertentu yang diperlukan
dalam tindakan konservasi tanah. Salah satu pertimbangan yang harus disertakan
dalam merancang teknik konservasi tanah adalah nilai batas erosi yang masih
dapat diabaikan (tolerable soil loss).
Jika besarnya erosi pada tanah
dengan sifat-sifat tersebut lebih besar daripada angka erosi yang masih dapat
diabaikan, maka tindakan konservasi sangat diperlukan. Ketiga teknik konservasi
tanah secara vegetatif, mekanis dan kimia pada prinsipnya memiliki tujuan yang
sama yaitu mengendalikan laju erosi, namun efektifitas, persyaratan dan
kelayakan untuk diterapkan sangat berbeda. Oleh karena itu pemilihan teknik
konservasi yang tepat sangat diperlukan.
Macam – macam metode konservasi yaitu :
a.
Metode
vegetative
Teknik konservasi tanah secara
vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman
sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan,
peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik
sifat fisik, kimia maupun biologi. Tanaman ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi
sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun terhadap
daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan peresapan air ke
dalam tanah.
Teknik
konservasi tanah secara vegetatif yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah:
penghutanan kembali (reforestation), wanatani (agroforestry) termasuk
didalamnya adalah pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip
(strip cropping), strip rumput (grass strip), barisan sisa tanaman, tanaman
penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam termasuk di dalamnya adalah
pergiliran tanaman (crop rotation), tumpang sari (intercropping), dan tumpang
gilir (relay cropping). Dalam penerapannya, petani biasanya memodifikasi
sendiri teknik-teknik tersebut sesuai dengan keinginan dan lingkungan
agroekosistemnya sehingga teknik konservasi ini akan terus berkembang di
lapangan.
Keuntungan
yang didapat dari system vegetatif ini adalah kemudahan dalam penerapannya,
membantu melestarikan lingkungan, mencegah erosi dan menahan aliran permukaan,
dapat memperbaiki sifat tanah dari pengembalian bahan organik tanaman, serta
meningkatkan nilai tambah bagi petani dari hasil sampingan tanaman konservasi
tersebut. Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan
keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat:
a) Memelihara kestabilan struktur tanah
melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah.
b) Penutupan lahan oleh seresah dan
tajuk mengurangi evaporasi.
c) Di samping itu dapat meningkatkan
aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah,
sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
d) Fungsi lain daripada vegetasi berupa
tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi
sehingga dapat menambah penghasilan petani (Hamilton, et.al., 1997).
b.
Metode
Teknis
Selain
metode Vegetatif bisa juga dilakukan konservasi pertanian lahan kering dengan
metode teknis yaitu suatu metode konservasi dengan mengatur aliran permukaan
sehingga tidak merusak lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat
bagi pertumbuhan tanaman. Konservasi dengan metode teknis ini bias dilakukan
dengan berbagai alternative penanganan yang pemilihannya tergantung dari
kondisi di lapangan. Beberapa teknik yang dapat dilakukan diantaranya (Ridiah
2010):
a) Pengolahan tanah menurut
kontur,
b) Pembuatan guludan,
c) Terasering, dan
d) Saluran air
v Pendekatan Vegetatif
Teknik konservasi tanah secara
vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman
sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan
kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik,
kimia maupun biologi.
Tanaman ataupun sisa-sisa tanaman
berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun
terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan
peresapan air ke dalam tanah.
Teknik
konservasi tanah secara vegetatif yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah:
penghutanan kembali (reforestation), wanatani (agroforestry) termasuk
didalamnya adalah pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip
(strip cropping), strip rumput (grass strip), barisan sisa tanaman, tanaman
penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam termasuk di dalamnya adalah
pergiliran tanaman (crop rotation), tumpang sari (intercropping), dan tumpang
gilir (relay cropping).
Dalam penerapannya, petani biasanya
memodifikasi sendiri teknik-teknik tersebut sesuai dengan keinginan dan
lingkungan agroekosistemnya sehingga teknik konservasi ini akan terus
berkembang di lapangan. Keuntungan yang didapat dari system vegetatif ini
adalah kemudahan dalam penerapannya, membantu melestarikan lingkungan, mencegah
erosi dan menahan aliran permukaan, dapat memperbaiki sifat tanah dari
pengembalian bahan organik tanaman, serta meningkatkan nilai tambah bagi petani
dari hasil sampingan tanaman konservasi tersebut.
1. Penghutanan kembali ( Reforestation
)
Penghutanan kembali (reforestation)
secara umum dimaksudkan untuk mengembalikan dan memperbaiki kondisi ekologi dan
hidrologi suatu wilayah dengan tanaman pohon-pohonan. Penghutanan kembali juga
berpotensi untuk peningkatan kadar bahan organic tanah dari serasah yang jauh
di permukaan tanah dan sangat mendukung kesuburan tanah. Penghutanan kembali
biasanya dilakukan pada lahan-lahan kritis yang diakibatkan oleh bencana alam
misalnya kebakaran, erosi, abrasi, tanah longsor, dan aktivitas manusia seperti
pertambangan, perladangan berpindah, dan penebangan hutan.
Hutan mempunyai fungsi tata air yang
unik karena mampu menyimpan air dan meredam debit air pada saat musim penghujan
dan menyediakan air secara terkendali pada saat musim kemarau (sponge effect).
Penghutanan kembali dengan maksud untuk mengembalikan fungsi tata air, efektif
dilakukan pada lahan dengan kedalaman tanah >3 m. Tanah dengan kedalaman
<3 m mempunyai aliran permukaan yang cukup tinggi karena keterbatasan
kapasitas tanah dalam menyimpan air (Agus et al., 2002). Pengembalian fungsi
hutan akan memakan waktu 20-50 tahun sampai tajuk terbentuk sempurna. Jenis
tanaman yang digunakan sebaiknya berasal dari jenis yang mudah beradaptasi
terhadap lingkungan baru, cepat berkembang biak, mempunyai perakaran yang kuat,
dan kanopi yang rapat/rindang.
Penelitian tentang kondisi biofisik
lahan sangat penting untuk menentukan jenis tanaman yang akan dipergunakan
dengan tujuan penghutanan kembali terutama untuk hutan monokultur. Beberapa
tanaman tahunan mempunyai intersepsi dan evaporasi yang tinggi sehingga akan
banyak mengkonsumsi air. Penelitian terhadap tanaman pinus (Pinus merkusii)
yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada/UGM, Institut Pertanian Bogor/IPB
dan Universitas Brawijaya/Unibraw (Priyono dan Siswamartana, 2002),
menyimpulkan bahwa tanaman pinus akan aman jika ditanam pada daerah yang
mempunyai curah hujan di atas 2.000 mm/tahun. Pada daerah yang mempunyai curah
hujan 1.500-2.000 mm/tahun disarankan agar penanaman pinus dicampur dengan
tanaman lain yang mempunyai intersepsi dan evaporasi lebih rendah misalnya
Puspa atau Agatis.
Sedangkan untuk daerah yang
mempunyai curah hujan 1.500 mm/tahun atau kurang disarankan untuk tidak menanam
pinus karena akan menimbulkan kekurangan (deficit) air.
2. Wanatani ( Agroforestry )
Wanatani (agroforestry) adalah salah
satu bentuk usaha konservasi tanah yang menggabungkan antara tanaman pohon-pohonan,
atau tanaman tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam secara
bersama-sama ataupun bergantian. Penggunaan tanaman tahunan mampu mengurangi
erosi lebih baik daripada tanaman komoditas pertanian khususnya tanaman
semusim.
Tanaman tahunan mempunyai luas
penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan energi kinetik air hujan,
sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk aliran batang (stemflow) dan
aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak erosi yang begitu besar.
Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan
tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai energi perusak. Penggabungan
keduanya diharapkan dapat memberi keuntungan ganda baik dari tanaman tahunan
maupun dari tanaman semusim.
Penerapan wanatani pada lahan dengan
lereng curam atau agak curam mampu mengurangi tingkat erosi dan memperbaiki
kualitas tanah, dibandingkan apabila lahan tersebut gundul atau hanya ditanami
tanaman semusim. Secara umum proporsi tanaman tahunan makin banyak pada lereng
yang semakin curam demikian juga sebaliknya.
Tanaman semusim memerlukan pengolahan tanah dan pemeliharaan
tanaman yang lebih intensif dibandingkan dengan tanaman tahunan. Pengolahan
tanah pada tanaman semusim biasanya dilakukan dengan cara mencangkul, mengaduk
tanah, maupun cara lain yang mengakibatkan hancurnya agregat tanah, sehingga
tanah mudah tererosi. Semakin besar kelerengan suatu lahan, maka risiko erosi
akibat pengolahan tanah juga semakin besar.
Penanaman tanaman tahunan tidak
memerlukan pengolahan tanah secara intensif. Perakaran yang dalam dan penutupan
tanah yang rapat mampu melindungi tanah dari erosi. Tanaman tahunan yang
dipilih sebaiknya dari jenis yang dapat memberikan nilai tambah bagi petani
dari hasil buah maupun kayunya. Selain dapat menghasilkan keuntungan dengan
lebih cepat dan lebih besar, wanatani ini juga merupakan sistem yang sangat
baik dalam mencegah erosi tanah.
Sistem wanatani telah lama dikenal
di masyarakat Indonesia dan berkembang menjadi beberapa macam, di antaranya
yaitu pertanaman sela, pertanaman lorong, talun hutan rakyat, kebun campuran,
tanaman pelindung/multistrata, dan silvipastura.
1)
Pertanaman Sela
Pertanaman sela adalah pertanaman
campuran antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim. Sistem ini banyak
dijumpai di daerah hutan atau kebun yang dekat dengan lokasi permukiman.
Tanaman sela juga banyak diterapkan di daerah perkebunan, pekarangan rumah
tangga maupun usaha pertanian tanaman tahunan lainnya.
Dari segi konservasi tanah,
pertanaman sela bertujuan untuk meningkatkan intersepsi dan intensitas
penutupan permukaan tanah terhadap terpaan butir-butir air hujan secara
langsung sehingga memperkecil risiko tererosi. Sebelum kanopi tanaman tahunan
menutupi tanah, lahan di antara tanaman tahunan tersebut digunakan untuk
tanaman semusim.
Di beberapa wilayah hutan jati
daerah Jawa Tengah, ketika pohon jati masih pendek dan belum terbentuk kanopi,
sebagian lahannya ditanami dengan tanaman semusim berupa jagung, padi gogo,
kedelai, kacang-kacangan, dan empon-empon seperti jahe (Zingiber officinale),
temulawak (Curcuma xanthorrizha), kencur (Kaemtoria galanga), kunir (Curcuma
longa), dan laos (Alpinia galanga). Pilihan teknik konservasi ini sangat baik
untuk diterapkan oleh petani karena mampu memberikan nilai tambah bagi petani,
mempertinggi intensitas penutupan lahan, membantu perawatan tanaman tahunan dan
melindungi dari erosi.
Penanaman tanaman semusim bisa
berkali-kali tergantung dari pertumbuhan tanaman tahunan. Sebagai tanaman pupuk
hijau sebaiknya dipilih dari tanaman legum seperti Leucaena leucocephala,
Glyricidia sepium, Cajanus cajan, Tephrosia candida, dan lain sebagainya. Jarak
antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan secara periodik dilebarkan (lahan
tanaman semusim semakin sempit) dengan maksud untuk mencegah kompetisi hara,
pengaruh allelopati dari tanaman tahunan, dan kontak penyakit.
2)
Pertanaman Lorong
Sistem pertanaman lorong atau alley
cropping adalah suatu sistem dimana tanaman pagar pengontrol erosi berupa
barisan tanaman yang ditanam rapat mengikuti garis kontur, sehingga membentuk
lorong-lorong dan tanaman semusim berada di antara tanaman pagar. Sistem ini
merupakan teknik konservasi yang cukup murah dan efektif dalam mengendalikan
erosi dan aliran permukaan serta mampu mempertahankan produktivitas tanah.
Penanaman tanaman pagar akan
mengurangi 5-20% luas lahan efektif untuk budi daya tanaman sehingga untuk
tanaman pagar dipilih dari jenis tanaman yang memenuhi persyaratan di bawah ini
(Agus et al., 1999):
a)
Merupakan tanaman yang mampu mengembalikan unsure hara ke dalam tanah, misalnya
tanaman penambat nitrogen (N2) dari udara.
b)
Menghasilkan banyak bahan hijauan.
c)
Tahan terhadap pemangkasan dan dapat tumbuh kembali secara cepat sesudah
pemangkasan.
d)
Tingkat persaingan terhadap kebutuhan hara, air, sinar matahari dan ruang
tumbuh dengan tanaman lorong tidak begitu tinggi.
e)
Tidak bersifat alelopati (mengeluarkan zat beracun) bagi tanaman utama.
f)
Sebaiknya mempunyai manfaat ganda seperti untuk pakan ternak, kayu bakar, dan
penghasil buah sehingga mudah diadopsi petani.
Flemingia
congesta sebagai tanaman pagar dalam budi daya lorong
Berbagai
tanaman pagar yang umumnya adalah tanaman pohon telah diteliti dan
diidentifikasi sifat-sifat pertumbuhannya. Banyak tanaman mempunyai pertumbuhan
yang cepat seperti Kaliandra dan Glirisidia yang sangat efektif untuk digunakan
sebagai tanaman pagar
3)
Talun hutan rakyat
Talun adalah lahan di luar wilayah
permukiman penduduk yang ditanami tanaman tahunan yang dapat diambil kayu
maupun buahnya. Sistem ini tidak memerlukan perawatan intensif dan hanya
dibiarkan begitu saja sampai saatnya panen. Karena tumbuh sendiri secara
spontan, maka jarak tanam sering tidak seragam, jenis tanaman sangat beragam
dan kondisi umum lahan seperti hutan alami. Ditinjau dari segi konservasi
tanah, talun hutan rakyat dengan kanopi yang rapat dapat mencegah erosi secara
maksimal juga secara umum mempunyai fungsi seperti hutan.
4)
Kebun Campuran
Berbeda dengan talun hutan rakyat,
kebun campuran lebih banyak dirawat. Tanaman yang ditanam adalah tanaman
tahunan yang dimanfaatkan hasil buah, daun, dan kayunya. Kadang-kadang juga
ditanam dengan tanaman semusim. Apabila proporsi tanaman semusim lebih besar
daripada tanaman tahunan, maka lahan tersebut disebut tegalan. Kebun campuran
ini mampu mencegah erosi dengan baik karena kondisi penutupan tanah yang rapat
sehingga butiran air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah. Kerapatan
tanaman juga mampu mengurangi laju aliran permukaan. Hasil tanaman lain di luar
tanaman semusim mampu mengurangi risiko akibat gagal panen dan meningkatkan
nilai tambah bagi petani.
5)
Tanaman Pelindung
Tanaman pelindung adalah tanaman
tahunan yang ditanam di sela-sela tanaman pokok tahunan. Tanaman pelindung ini
dimaksudkan untuk mengurangi intensitas penyinaran matahari, dan dapat
melindungi tanaman pokok dari bahaya erosi terutama ketika tanaman pokok masih
muda. Tanaman pelindung ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
·
Tanaman
pelindung sejenis yang membentuk suatu system wanatani sederhana (simple
agroforestry). Misalnya tanaman pokok berupa tanaman kopi dengan satu jenis
tanaman pelindung misalnya: gamal (Gliricidia sepium), dadap (Erythrina
subumbrans), lamtoro (Leucaena leucocephala) atau kayu manis (Cinnamomum burmanii).
·
Tanaman
pelindung yang beraneka ragam dan membentuk wanatani kompleks (complex
agroforestry atau system multistrata). Misalnya tanaman pokok berupa tanaman
kopi dengan dua atau lebih tanaman pelindung misalnya: kemiri (Aleurites
muluccana), jengkol (Pithecellobium jiringa), petai (Perkia speciosa), kayu
manis, dadap, lamtoro, gamal, durian (Durio zibethinus), alpukat (Persea
americana), nangka (Artocarpus heterophyllus), cempedak (Artocarpus integer),
dan lain sebagainya.
Tajuk tanaman yang bertingkat
menyebabkan sistem ini menyerupai hutan, yang mana hanya sebagian kecil air
yang langsung menerpa permukaan tanah. Produksi serasah yang banyak juga
menjadi keuntungan tersendiri dari sistem ini.
6)
Silvipastura
Sistem silvipastura sebenarnya
adalah bentuk lain dari system tumpang sari, tetapi yang ditanam di sela-sela
tanaman tahunan bukan tanaman pangan melainkan tanaman pakan ternak seperti
rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Penniseitum purpoides), dan
lain-lain. Silvipastura umumnya berkembang di daerah yang mempunyai banyak
hewan ruminansia. Hasil kotoran hewan ternak tersebut dapat dipergunakan
sebagai pupuk kandang, sementara hasil hijauannya dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pakan ternak. Sistem ini dapat dipakai untuk mengembangkan peternakan
sebagai komoditas unggulan di suatu daerah.
c.
Strip Rumput
Teknik konservasi dengan strip
rumput (grass strip) biasanya menggunakan rumput yang didatangkan dari luar
areal lahan, yang dikelola dan sengaja ditanam secara strip menurut garis
kontur untuk mengurangi aliran permukaan dan sebagai sumber pakan ternak .
Untuk lahan yang mempunyai lereng di
atas 20% dibutuhkan tindakan konservasi lainnya seperti alley cropping atau
teras bangku. Rumput yang ditanam sebaiknya dipilih dari jenis yang berdaun
vertical sehingga tidak menghalangi kebutuhan sinar matahari bagi tanaman
pokok, tidak banyak membutuhkan ruangan untuk pertumbuhan vegetatifnya,
mempunyai perakaran kuat dan dalam, cepat tumbuh, tidak menjadi pesaing
terhadap kebutuhan hara tanaman pokok dan mampu memperbaiki sifat tanah.
Strip
rumput gajah (Pennisetum purpureum) sebagai tanaman penguat
d.
Mulsa
Dalam konteks umum, mulsa adalah
bahan-bahan (sisa tanaman, serasah, sampah, plastik atau bahan-bahan lain) yang
disebar atau menutup permukaan tanah untuk melindungi tanah dari kehilangan air
melalui evaporasi. Mulsa juga dapat dimanfaatkan untuk melindungi permukan
tanah dari pukulan langsung butiran hujan sehingga mengurangi terjadinya erosi
percik (splash erosion), selain mengurangi laju dan volume limpasan permukaan
(Suwardjo, 1981). Bahan mulsa yang sudah melapuk akan menambah kandungan bahan
organik tanah dan hara.
Mulsa mampu menjaga stabilitas suhu
tanah pada kondisi yang baik untuk aktivitas mikroorganisma. Relatif rendahnya
evaporasi, berimplikasi pada stabilitas kelengasan tanah. Secara umum mulsa
berperan dalam perbaikan sifat fisik tanah. Pemanfaatan mulsa di lahan
pertanian juga dimaksudkan untuk menekan pertumbuhan gulma.
Mulsa yang diberikan sebaiknya
berupa sisa tanaman yang tidak mudah terdekomposisi misalnya jerami padi dan
jagung dengan takaran yang disarankan adalah 6 t/ha atau lebih. Bahan mulsa
sebaiknya dari bahan yang mudah diperoleh seperti sisa tanaman pada areal lahan
masing-masing petani sehingga dapat menghemat biaya, mempermudah pembuangan
limbah panen sekaligus mempertinggi produktivitas lahan.
e.
Sistem pertanaman menurut strip
Penanaman menurut strip (strip
cropping) adalah system pertanaman, dimana dalam satu bidang lahan ditanami
tanaman dengan jarak tanam tertentu dan berselang-seling dengan jenistanaman
lainnya searah kontur. Misalnya penanaman jagung dalam satu strip searah kontur
dengan lebar strip 3-5 m atau 5-10 m tergantung kemiringan lahan, di lereng
bawahnya ditanam kacang tanah dengan sistem sama dengan penanaman jagung, strip
rumput atau tanaman penutup tanah yang lain.
Semakin curam lereng, maka strip
yang dibuat akan semakin sempit sehingga jenis tanaman yang berselang-seling
tampak lebih rapat. Sistem ini sangat efektif dalam mengurangi erosi hingga
70-75% (FAO, 1976) dan vegetasi yang ditanam (dari jenis legum) akan mampu
memperbaiki sifat tanah walaupun terjadi pengurangan luas areal tanaman utama
sekitar 30-50%.
Sistem ini biasa diterapkan di
daerah dengan topografi berbukit sampai bergunung dan biasanya dikombinasikan
dengan teknik konservasi lain seperti tanaman pagar, saluran pembuangan air, dan
lain-lain. Penanaman menurut strip merupakan usaha pengaturan tanaman sehingga
tidak memerlukan modal yang besar.
f.
Barisan Sisa Tanaman
Pada dasarnya, sistem barisan sisa
tanaman (trash line) ini sama dengan sistem strip. Sistem ini adalah teknik konservasi
tanah yang bersifat sementara dimana gulma/rumput/sisa tanaman yang disiangi
ditumpuk berbaris. Untuk daerah berlereng biasanya berfungsi sebagai mulsa.
Ketersediaan bahan sisa tanaman
harus cukup banyak sehingga penumpukannya membentuk struktur yang lebih kuat.
Sisa tanaman tersebut lemah dalam menahan gaya erosi air dan akan cepat
terdekomposisi sehingga mudah hanyut. Penggunaan kayu-kayu pancang diperlukan
untuk memperkuat barisan sisa tanaman ini. Sistem ini cukup bagus untuk
mempertahankan ketersediaan hara melalui dekomposisi bahan organik dan
melindungi tanah dari bahaya erosi sampai umur tanaman <5 bulan (Dariah et
al., 1998). Barisan sisa tanaman tidak memerlukan banyak tenaga kerja.
g.
Tanaman Penutup Tanah
Tanaman penutup tanah (cover crop)
adalah tanaman yang biasa ditanam pada lahan kering dan dapat menutup seluruh
permukaan tanah. Tanaman yang dipilih sebagai tanaman penutup tanah umumnya
tanaman semusim/tahunan dari jenis legum yang mampu tumbuh dengan cepat, tahan
kekeringan, dapat memperbaiki sifat tanah (fisik, kimia, dan biologi) dan
menghasilkan umbi, buah, dan daun. Sebagaimana dilaporkan Lal (1978), tanaman
penutup tanah mampu meningkatkan laju infiltrasi.
Tanaman penutup tanah dibedakan
menjadi empat (Agus et al., 1999), yaitu:
1. Tanaman penutup tanah rendah seperti
centrosema (Centrosema pubescens), pueraria (Pueraria javanica) dan benguk
(Mucuna sp.) Tanaman penutup tanah rendah, dapat ditanam bersama tanaman pokok
maupun menjelang tanaman pokok ditanam.
2. Tanaman penutup tanah sedang seperti
lamtoro (Leucaena leucocephala) dan gamal (Gliricidia sepium)
Tanaman penutup tanah sedang dan
tinggi pada dasarnya seperti tanaman sela dimana tanaman pokok ditanam di
sela-sela tanaman penutup tanah. Dapat juga tanaman pokok ditanam setelah
tanaman penutup tanah dipanen.
3)
Tanaman penutup tanah tinggi seperti sengon (Periserianthes falcataria)
Tanaman penutup tanah dimaksudkan
untuk menambah penghasilan petani dari hasil panennya, selain itu juga untuk
memperbaiki sifat tanah karena mampu menambat N dari udara dan sisa tanamannya
dapat dijadikan sumber bahan organik.
4)
Belukar lokal.
h.
Penyiangan Parsial
Penyiangan parsial merupakan teknik
dimana lahan tidak disiangi seluruhnya yaitu dengan cara menyisakan sebagian
rumput alami maupun tanaman penutup tanah (lebar sekitar 20-30 cm) sehingga di
sekitar batang tanaman pokok akan bersih dari gulma.
Tanaman penutup tanah yang tidak
disiangi akan berfungsi sebagai penahan erosi. Pada dasarnya teknik ini
menyerupai strip rumput dimana vegetasi gulma mampu menahan aliran permukaan
dan mengendapkan material terangkut. Hasil tanaman yang disiangi dikembalikan
ke lahan atau ditumpuk sebagai barisan sisa tanaman sehingga dapat menambah
bahan organik bagi tanah dan memperbaiki sifat tanah.
Teknik
penyiangan yang termasuk dalam penyiangan parsial adalah:
1)
Strip tumbuhan alami (natural vegetative strips = NVS)
Pada
dasarnya teknik ini adalah menyisakan sebagian lahan yang tidak disiangi dan
tidak ditanami sehingga rumput alami tumbuh membentuk strip yang kurang lebih
sejajar dengan garis kontur. Meskipun teknik ini efektif mengurangi erosi,
tetapi teknik ini juga mengurangi areal produktif lahan pertanian sekitar
5-15%.
2)
Penyiangan sekeliling batang tanaman pokok
Teknik
ini dapat diterapkan pada penyiangan dimana tanah tertutupi oleh gulma rumput
maupun tanaman penutup tanah lain yang sengaja ditanam. Penyiangan dilakukan di
sekeliling batang tanaman pokok dengan diameter sekitar 120 cm.
Penyiangan
sekeliling batang tanaman pokok ini dimaksudkan untuk mencegah hama dan
penyakit menyerang tanaman pokok dengan tetap memelihara keberadaan tanaman
penutup tanah.
i.
Penerapan Pola Tanam
Pola tanam adalah sistem pengaturan
waktu tanam dan jenis tanaman sesuai dengan iklim, kesesuaian tanah dengan
jenis tanaman, luas lahan, ketersediaan tenaga, modal, dan pemasaran. Pola
tanam berfungsi meningkatkan intensitas penutupan tanah dan mengurangi
terjadinya erosi.
Sistem ini bertujuan untuk
mempertinggi intensitas penggunaan lahan, dan dapat mengurangi risiko gagal
panen untuk salah satu tanaman, meningkatkan nilai tambah bagi petani dan juga
termasuk tindakan pengendalian hama dan pengendalian erosi.
Dengan penerapan pertanaman majemuk,
penutupan tanah akan lebih rapat sehingga mampu melindungi tanah dari pukulan
air hujan secara langsung dan menahan aliran permukaan. Sistem pertanaman yang
termasuk sistem pertanaman majemuk adalah sistem pergiliran tanaman (crop
rotation), tumpang sari (inter cropping), dan tumpang gilir (relay cropping).
1)
Pergiliran tanaman
Pergiliran tanaman (crop rotation)
adalah sistem bercocok tanam dimana sebidang lahan ditanami dengan beberapa
jenis tanaman secara bergantian. Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk
memutuskan siklus hama dan penyakit tanaman dan untuk meragamkan hasil
tanaman.
Dari segi konservasi tanah,
pergiliran tanaman memberikan peluang untuk mempertahankan penutupan tanah,
karena tanaman kedua ditanam setelah tanaman pertama dipanen. Demikian
seterusnya, sehingga sepanjang tahun intensitas penutupan tanah senantiasa
dipertahankan. Kondisi ini akan mengurangi risiko tanah tererosi akibat terpaan
butir-butir air hujan dan aliran permukaan.
2)
Tumpang sari
Tumpang sari (intercropping) adalah
sistem bercocok tanam dengan menggunakan dua atau lebih jenis tanaman yang
ditanam serentak/bersamaan pada sebidang tanah. Sistem tumpang sari sebagian
besar dikelola pada pertanian lahan kering yang hanya menggantungkan air hujan
sebagai sumber air utama. Sistem tumpang sari adalah salah satu usaha
konservasi tanah yang efektif dalam memanfaatkan luas lahan.
Tanaman yang ditanam dapat berupa
jagung dengan kacang tanah, jagung dengan kedelai, dan sebagainya. Tanaman
tersebut dapat berupa tanaman penambat nitrogen, berperakaran dalam maupun
dangkal yang pada prinsipnya saling menguntungkan.
3)
Tumpang gilir
Tumpang gilir (relay cropping)
adalah cara bercocok tanam dimana satu bidang lahan ditanami dengan dua atau
lebih jenis tanaman dengan pengaturan waktu panen dan tanam. Pada system ini,
tanaman kedua ditanam menjelang panen tanaman musim pertama. Contohnya adalah
tumpang gilir antara tanaman jagung yang ditanam pada awal musim hujan dan
kacang tanah yang ditanam beberapa minggu sebelum panen jagung.
4. Pendekatan Teknis
a. Pembuatan teras pada lahan dengan
lereng yang curam.
Untuk
pertanian lahan kering yang berada pada daerah dengan kemiringan lebih dari 8%
bias dilakukan dengan pembuatan teras . Teras ini dibuat untuk tanaman-tanaman
pertanian produktif karena pembuatan teras memerlukan teknik yang sulit dan
memerlukan waktu.lama bila dilakukan untuk tanaman semusim akan sangat tidak
ekonomis. Jenis-jenis teras untuk konservasi air juga merupakan teras untuk
konservasi tanah, antara lain: teras gulud, teras buntu (rorak), teras kredit,
teras individu, teras datar, teras batu, teras bangku. Teras gulud umumnya
dibuat pada lahan yang berkemiringan 10 – 15 yang biasanya dilengkapi dengan
Saluran Pembuangan Air yang tujuannya untuk mengurangi kecepatan air yang
mengalir pada waktu hujan sehingga erosi dapat dicegah dan penyerapan air dapat
diperbesar. Teras Bangku adalah teras yang dibuat dengan cara memotong lereng
dan meratakan dengan di bidang olah sehingga terjadi deretan menyerupai tangga.
Bermanfaat sebagai pengendali aliran permukaan dan erosi. Diterapkan pada lahan
dengan lereng 10-40%, tanah dengan solum dalam (> 60 cm), tanah yang relatif
tidak mudah longsor, dan tanah yang tidak mengandung unsur beracun bagi tanaman
seperti aluminium dan besi. Guludan adalah suatu sistem dimana tanaman pangan
ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar. Sangat bermanfaat dalam
mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan sumber bahan
organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong,
Bermanfaat
untuk:
a. memperbesar peresapan air ke dalam tanah;
b. memperlambat limpasan air pada saluran peresapan; dan
c. sebagai pengumpul tanah yang tererosi, sehingga sedimen
tanah lebih mudah dikembalikan ke bidang olah.
Rorak
adalah lubang atau penampang yang dibuat memotong lereng yang berfungsi untuk
menampung dan meresapkan air aliran permukaan. Umumnya rorak dibuat dengan
ukuran panjang 1-2 m, lebar 0,25-0,50 m dan dalam 0,20-0,30 m, atau panjang 1-2
m, lebar 0,3-0,4 m dan dalam 0,4-0,5 m. Jarak antar-rorak dalam kontur adalah
2-3 m dan jarak antara rorak bagian atas dengan rorak dibawahnya 3-5 m.
b. Wind break
Wind break
dibuat untuk mengurangi kecepatan angin sehingga mengurangi kehilangan air
melalui permukaan tanah dan tanaman selama irigasi (evapotranspirasi).
Kombinasi tanaman dengan tajuk yang berbeda sangat mendukung metode ini. Pola
stage bouw (tajuk bertingkat) seperti di pekarangan tradisional adalah contoh
yang baik untuk diterapkan (Setyati, 1975).
c. Pemanenan Air hujan dengan embung
Istilah
pemanenan air hujan akhir-akhir ini semakin popululer terutama untuk daerah
kering seperti NTT. Teknik pemanenan air hujan ini dapat dilakukan dengan
berbagai metode yang sudah banyak diterapkan di tanah air. Untuk Provinsi NTT
sistem pemanenan air hujan sudah dikenal sejak lama dan yang sudah dikembangkan
di wilayah ini adalah tadah hujan, bendungan, sumur gali dangkal, irigasi
pompa, embung kecil dan embung irigasi, jebakan air. Teknik pemanenan air yang
telah dilakukan di Indonesia, antara lain embung dan channel reservoir. Embung
merupakan suatu bangunan konservasi air yang berbentuk kolam untuk menampung
air hujan juga tempat resapanyang akan mempertinggi kandungan air tanah. Embung
sangat tepat diterapkan pada kelerengan 0- 30% dengan curah hujan 500-1.000
mm/tahun, bermanfaat untuk menyediakan air pada musim kemarau. Agar pengisian
dan pendistribusian air lebih cepat dan mudah, embung hendaknya dibangun dekat
dengan saluran air dan pada lahan dengan kemiringan 5-30%. Tanah-tanah
bertekstur liat dan atau lempung sangat cocok untuk pembuatan embung.Teknik
konservasi air dengan embung banyak diterapkan di lahan tadah hujan bercurah
hujan rendah.
Keuntungan dalam penerapan embung
adalah :
·
Menyimpan
air yang berlimpah di musim hujan sehingga aliran permukaan, erosi dan bahaya banjir
di daerah hilir dapat dikurangai serta dimanfaatkan pada saat musim kemarau.
·
Dapat
menunjang pengembangan usaha tani di lahan kering.
·
Menampung
tanah tererosi, sehingga memperkecil sedimentasi ke sungai.
·
Setelah
beberapa lama dapat dibuat sumur dekat embung untuk memenuhi keperluan rumah
tangga.
Kelemahan embung adalah :
·
Memerlukan
lahan sebagai lokasi embung
·
Memerlukan
biaya dan tenaga untuk memelihara karena daya tampung embung akan berkurang
akibat adanya sedimen.
d. Dam Parit
Adalah
suatu cara mengumpulkan atau membendung aliran air pada suatu parit dengan
tujuan untuk menampung aliran air permukaan, sehingga dapat digunakan untuk
mengairi lahan di sekitarnya. Dam parit dapat menurunkan aliran permukaan,
erosi, dan sedimentasi. Keunggulan:
a. Menampung air dalam volume besar akibat
terbendungnya aliran air di saluran/parit.
b. Tidak menggunakan areal/lahan pertanian yang
produktif.
c. Mengairi lahan cukup luas, karena dibangun berseri
di seluruh Daerah Aliran Sungai (DAS).
d. Menurunkan kecepatan aliran permukaan, sehingga
mengurangi erosi dan hilangnya lapisan tanah atas yang subur serta sedimentasi.
e. Memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam tanah di
seluruh wilayah DAS, sehingga mengurangi risiko kekeringan pada musim kemarau.
f. Biaya pembuatan lebih murah, sehingga dapat dijangkau
petani.
c. Metode
Mekanik
Cara mekanik adalah cara pengelolaan
lahan tegalan (tanah darat) dengan menggunakan sarana fisik seperti tanah dan
batu sebagai sarana konservasi tanahnya. Tujuannya untuk memperlambat aliran
air di permukaan, mengurangi erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air
permukaan (Seloliman, 1997). Termasuk dalam metode mekanik untuk konservasi
tanah dan air di antaranya pengolahan tanah. Pengolahan tanah adalah setiap
manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan
tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok pengolahan tanah adalah
menyiapkan tempat tumbuh bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik,
membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma (Arsyad, 1989).
Pengendalian erosi secara teknis-mekanis merupakan usaha-usaha pengawetan tanah
untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan pertanian dengan
cara mekanis tertentu. Sehubungan dengan usaha-usaha perbaikan tanah secara mekanik
yang ditempuh bertujuan untuk memperlambat aliran permukaan dan menampung serta
melanjutkan penyaluran aliran permukaan dengan daya pengikisan tanah yang tidak
merusak. Pengolahan tanah menurut kontur adalah setiap jenis pengolahan tanah
(pembajakan, pencangkulan, pemerataan) mengikuti garis kontur sehingga
terbentuk alur-alur dan jalur tumpukan tanah yang searah kontur dan memotong
lereng. Alur-alur tanah ini akan menghambat aliran air di permukaan dan
mencegah erosi sehingga dapat menunjang konservasi di daerah kering. Keuntungan
utama pengolahan tanah menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran
permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan menghindari pengangkutan tanah.
Oleh sebab itu, pada daerah beriklim kering pengolahan tanah menurut kontur
juga sangat efektif untuk konservasi ini. Pembuatan terras adalah untuk
mengubah permukaan tanah miring menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi
kecepatan aliran permukaan dan menahan serta menampungnya agar lebih banyak air
yang meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi (Sarief, 1986). Menurut
Arsyad (1989), pembuatan terras berfungsi untuk mengurangi panjang lereng dan
menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan
memungkinkan penyerapan oleh tanah, dengan demikian erosi berkurang.
Teknik
konservasi tanah secara mekanis atau disebut juga sipil teknis adalah upaya
menciptakan fisik lahan atau merekayasa bidang olah lahan pertanian hingga
sesuai dengan prinsip konservasi tanah sekaligus konservasi air. Teknik ini
meliputi: guludan, pembuatan teras gulud, teras bangku, teras individu, teras
kredit, pematang kontur, teras kebun, barisan batu, dan teras batu (Agus et
al., 1999).
a.
Sistem terasering.
Sistem
terasering adalah perubahan bentuk terasering searah garis kontur, seperti
teras gundul, teras bangku, teras tunggal, dan teras kredit.
b.
Sistem pematang kontur.
Adalah
system pematang menurut kontur dengan fungsi utama menyimpan air.
c.
Sistem barisan batu.
Adalah
dengan menyusun bebatuan dengan membentuk model ruang terbuka.
d.
Sistem teras bangku batu.
Adalah
pembuatan terasan berbentuk bangku pada tanah.
e.
Sistem saluran pengelak.
Pembuatan
saluran searah dengan garis kontur.
f.
Sistem saluran pembuangan akhir.
Adalah
saluran yang dibuat searah lereng pada cekungan terendah dari topografi yang
ada.
d. Metode
Kimiawi
Teknik konservasi tanah secara
kimiawi adalah setiap penggunaan bahan-bahan kimia baik organik maupun
anorganik, yang bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah dan menekan laju erosi.
Teknik ini jarang digunakan petani terutama karena keterbatasan modal, sulit
pengadaannya serta hasilnya tidak jauh beda dengan penggunaan bahan-bahan
alami.
Kemantapan
struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat
kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara kimia dalam usaha
pencegahan erosi, yaitu dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan
pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap
resisten terhadap erosi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985). Bahan kimia sebagai
soil conditioner mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap stabilitas
agregat tanah. Pengaruhnya berjangka panjang karena senyawa tersebut tahan
terhadap mikroba tanah. Permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi berkurang.
Bahan tersebut juga memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim pada tanah liat
yang berat (Arsyad, 1989).
Bahan kimiawi yang termasuk dalam
kategori ini adalah pembenah tanah (soil conditioner) seperti polyvinil alcohol
(PVA), urethanised (PVAu), sodium polyacrylate (SPA), polyacrilamide (PAM),
vinylacetate maleic acid (VAMA) copolymer, polyurethane, polybutadiene (BUT),
polysiloxane, natural rubber latex, dan asphalt (bitumen). Bahan-bahan ini
diaplikasikan ke tanah dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah melalui
peningkatan stabilitas agregat tanah, sehingga tahan terhadap erosi.
C. Hambatan Konservasi Tanah
Dalam
pelaksanaan konservasi sering ditemui hambatan-hambatan yang dapat dibedakan
menjadi :
1.
Hambatan fisik
Biasanya
kita mendapatkan sumber daya dalam keadaan sedemikian rupa (sudah tertentu),
misalnya tempatnya atau lokasinya, sehingga untuk menggunakannya manusia yang
harus menyesuaikan. Misalnya untuk dapat menggunakan suatu sumber daya dengan
baik maka kita harus membuat dulu dam, teras, menanam tanaman hutan dan
menerapkan teknik teknik lain untuk mengubah keadaan alam.
2.
Hambatan ekonomi.
Hambatan
ekonomi dapat berupa kurangnya modal untuk melaksanakan konservasi, kurangnya
pengetahuan dan yang ketiga adalah tidak stabilnya perekonomian.
3.
Hambatan kelembagaan.
Banyak
orang melaksanakan konservasi ini sebagai suatu kebiasaan atau adat istiadat,
sehingga mereka kurang memperhatikan manfaatnya.Konservasi ini harus dilakukan
secara terpadu oleh institusi yang dimiliki oleh negara agar ada arah yang
jelas dan ini perlu dibentuk lembaga yang menangani konservasi sumberdaya di
setiap daerah.
4.
Hambatan teknologi.
Penggunaan
sumberdaya-sumberdaya akan tergantung antara lain oleh bentuk penyesuaian diri
manusia dan teknologi.Hubungan sumberdaya-sumberdaya dengan macam dan tingkat
teknologi sangat erat.Sebagai contoh tenaga matahari, yang dulu tidak banyak
digunakan, dengan adanya perkembangan teknologi sekarang ini banyak
digunakan.Hambatan teknologi ini dapat diatasi dengan cara meningkatkan
kemampuan pegetahuan teknologi yang dapat dipelajari dari negara-negara yang
sudah maju atau melakukan penelitian terhadap teknologi yang telah ada.
Selain
itu Sekretariat Tim Pengendali Bantuan P&RP (2000) mencatat kendala utama
penerapan teknologi konservasi sebagai berikut:
1.
Tingginya biaya serta lambatnya pengembalian investasi dari tindakan
konservasi.
2.
Ketidakpastian penguasaan lahan.
3.
Petani tidak melihat keuntungan langsung dari penerapan teknik konservasi
tanah.
Masalah
konservasi dan penggunaan sumberdaya yang bijaksana berbeda-beda bagi
masing-masing tipe sumberdaya. Untuk fund resources atau sumber daya yang tidak
dapat diperbaharui, konservasi dimaksudkan sebagai usaha mengembangkan
penggunaan sumberdaya yang persediannya relatif tetap, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan dalam waktu yang lebih panjang, hal ini melalui pengurangan tingkat
konsumi atau melakukan penghematan. Untuk flow resources atau sumberdaya yang
dapat diperbaharui, konservasi dimaksudkan sebagai usaha pengurangan pemborosan
yang bersifat ekonomi, dan sekaligus memaksimumkan penggunaan yang dapat
dilaksanakan secara ekonomis. Sebagai contoh adalah penggunaan
sumberdaya-sumberdaya selain air, cara yang terbaik untuk membuat sumberdaya
ini tetap ada atau bertahan dalam jangka waktu yang panjang adalah dengan cara
menghemat atau kebijakan non use (tidak menggunakan sumberdaya) tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
pembahasan di atas, maka penulis menarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Pengertian konservasi adalah suatu upaya atau tindakan
untuk menjaga keberadaan sesuatu secara terus menerus berkesinambungan baik
mutu maupun jumlah. Definisi tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang
dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusun-penyusunnya, yang meliputi
bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Jadi, konservasi tanah adalah
penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan
kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah.
2. Metode konservasi tanah dapat digolongkan ke dalam Empat golongan yaitu (1) metode vegetatif (2)
metode mekanik Teknis (3) metode mekanik (4) metode kimia.
3. Pada dasarnya konservasi tanah
diarahkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hidrologis,
menjaga kelestarian sumber air, meningkatkan sumber daya alam serta memperbaiki
kualitas lingkungan hidup yang pada gilirannya meningkatkan produksi dan
pendapatan petani melalui usaha tani yang berkelanjutan.
B. Saran
Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya pada penulis sendiri. Penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan
penyusunan tugas-tugas berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Brata,
Kamir R. 2001. Falsafah Sains Untuk Penyempurnaan Teknik Budi Daya Lorong
(Alley Cropping) Pada Lahan Pertanian Berlereng. Makalah Pengantar ke Falsafah
Sains. Program Pasca Sarjana. IPB.
Haridjaja,
O. 1990. Pengembangan Pola Usahatani Campuran pada Lahan kering yang Berwawasan
Lingkungan di Kabupaten Sukabumi. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, IPB,
Bogor.
Hadi,
Mochamad. 2012. Konservasi Sumberdaya
Alam dan Pengelolaan Lingkungan. Lab Ekologi & Biosistematik Jurusan Biologi Fmipa Undip
Hamzah,
Umur. 2003. Prospek Pemanfaatan Lahan Kering Dalam Rangka Mendukung Ketahanan
Pangan Nasional. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana/S3.
IPB.
Machfudz.
2001. Peningkatan Produktivitas Lahan Kritis Untuk Pemenuhan Pangan Melalui
Usahatani Konservasi. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana/S3. IPB.
Marwah,
Sitti. 2001. Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Satuan Unit Perencanaan
Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan.. Makalah Falsafah Sains.
Program Pasca Sarjana/S3. IPB.
Pentewati, Preseila. 2011. Konservasi Air Pada
Pertanian Lahan Kering. Sipil
UNWIRA Vol. 1 No. 3 Maret 2011: 175-184
Satriawan,
H. 2007. Perencanaan Usahatani Lahan Kering Berkelanjutan di Das Sape Lombok
Tengah. ITB. Bogor
Suyana,
Jaka. 2003. Penerapan Teknologi Konservasi Hedgerows Untuk Menciptakan Sistem
Usahatani Lahan Kering Berkelanjutan. Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca
Sarjana/S3. IPB.
Syakur. 2007. Konservasi Tanah dan Air di Lahan Kering [ Serial
Online]. Diunduh pada